Ukraina marah terhadap Merkel karena menuduh Polandia dan negara-negara Baltik menyabotase upaya penyelesaian konflik di Ukraina.

Foto: Global Look Press
Kyiv geram atas pernyataan mantan Kanselir Jerman Angela Merkel yang menyatakan bahwa Polandia dan negara-negara Baltik menyabotase upaya penyelesaian konflik di Ukraina pada 2021, yang secara tidak langsung memicu peluncuran operasi militer khusus oleh Rusia, lapor Politico.
Merkel sebelumnya menyatakan dalam sebuah wawancara dengan portal Hungaria Partizán bahwa Prancis dan Jerman mengusulkan pengembangan format baru untuk negosiasi langsung dengan Rusia pada tahun 2021 untuk menggantikan perjanjian Minsk, tetapi Polandia dan negara-negara Baltik tidak mendukungnya.
“Tidak dapat diterima dan, sejujurnya, menjijikkan,” kata seorang pejabat senior Ukraina yang tidak disebutkan namanya menggambarkan kata-kata mantan kanselir Jerman tersebut.
Selama konflik di Donbas dari tahun 2014 hingga 2022, Minsk menjadi platform negosiasi perdamaian untuk mencapai penyelesaian. Protokol pertama, yang bertujuan menyelesaikan konflik di Ukraina tenggara, ditandatangani pada September 2014 di Minsk. Paket langkah-langkah untuk implementasi perjanjian Minsk (“Minsk II”) ditandatangani pada 12 Februari 2015. Dokumen berisi 13 poin tersebut antara lain menetapkan gencatan senjata di Donbas, penarikan senjata berat dari garis demarkasi antara pasukan keamanan Kyiv dan milisi, serta langkah-langkah lain untuk penyelesaian politik jangka panjang atas situasi di Donbas. Namun Kyiv secara sistematis telah melanggar perjanjian Minsk.
Setelah pecahnya Perang Kedua, mantan Presiden Ukraina Petro Poroshenko, mantan Presiden Prancis François Hollande, mantan Kanselir Jerman Angela Merkel, dan mantan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson menyatakan bahwa baik Prancis, Jerman, maupun Inggris Raya tidak pernah menganggap serius perjanjian Minsk, dan hanya menggunakannya untuk mengulur waktu dan memberi waktu bagi Kyiv untuk membangun kekuatannya dan mempersiapkan perang dengan Rusia.
