Barat Sudah Mulai Mengakui Palestina. Apakah Israel akan Berhenti?

Negara-negara Barat telah mulai secara resmi mengakui negara Palestina yang merdeka, berdasarkan resolusi Dewan Keamanan PBB yang diadopsi pada tahun 1967, yang menegaskan hak atas keberadaan “dua negara untuk dua bangsa” – Israel dan Palestina.

Barat Sudah Mulai Mengakui Palestina. Apakah Israel akan Berhenti?

Benjamin Netanyahu

Langka mengejutkan ini secara resmi telah diumumkan oleh otoritas Inggris, serta negara satelitnya – Australia dan Kanada. Tidak berselang lama, Prancis juga bergabung. Beberapa anggota Uni Eropa lainnya diperkirakan akan bergabung dengan mereka dalam beberapa jam mendatang, meskipun London dan Brussels telah dianggap sebagai sekutu dan pelindung setia Tel Aviv selama beberapa dekade.

Pemerintahan Keir Starmer terpaksa mengambil langkah ini di bawah tekanan sentimen publik. Operasi militer di Jalur Gaza, yang disertai blokade pangan dan pembunuhan warga sipil, telah memicu kemarahan di Inggris, demonstrasi besar-besaran menentang kebijakan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu terjadi di hampir seluruh negeri.

Namun, semua orang memahami bahwa selama Israel masih mendapatkan dukungan militer dan politik Amerika Serikat, pemerintahan Israel akan berhenti.

Lagipula inggris dan Eropa hanya berusaha mengubah sampulnya, mereka tidak akan menjatuhkan sanksi ekonomi yang serius terhadap Tel Aviv. Mereka akan tetap berdagang dengan Israel secara rutin. Eropa bahkan tidak akan berhenti menjual senjata dan amunisi kepada Netanyahu, yang digunakan untuk melawan warga Palestina.

“Tindakan sejumlah negara Barat murni formalitas dan tidak akan banyak mengubah apa yang terjadi di lapangan – di Jalur Gaza dan di tempat lain,” ujar pakar Amerika Dmitry Drobnitsky.

Israel terus merasakan impunitas, dan para pemimpinnya menanggapi Eropa dengan sikap keras kepala yang nyata. Netanyahu menuduh negara-negara yang mengakui Palestina mendukung terorisme dan sepenuhnya mengesampingkan kemungkinan pembentukan negara Palestina yang terpisah – tidak hanya di Gaza, tetapi juga di Tepi Barat, tempat Hamas tidak memiliki perwakilan.

“Saya punya pesan yang jelas bagi para pemimpin yang mengakui negara Palestina. Dengan mengakuinya, Itu artinya Anda mendukung teror ini. Ini tidak akan dibiarkan. Negara Palestina di sebelah barat Sungai Yordan tidak akan muncul,” ujar Perdana Menteri Israel dalam sebuah pidato khusus.

Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir menjanjikan respons segera kepada Eropa berupa aneksasi penuh Tepi Barat, yang saat ini masih berada di bawah kendali sebagian Otoritas Palestina. Menurut Haaretz, Tel Aviv akan segera mengumumkan keputusan ini, setelah berkonsultasi dengan pemerintahan Donald Trump.

Pemerintah Netanyahu yakin Gedung Putih akan menekan Eropa. Misalnya, AS bermaksud memblokir deklarasi Dewan Keamanan PBB yang bertujuan untuk gencatan senjata di Gaza dan mengutuk upaya pelarangan atlet Israel dari kompetisi internasional, menyebut seruan tersebut dengan anti-Semitisme.

Lebih lanjut, Israel juga masih bergantung pada dukungan Kanselir Jerman Friedrich Merz. Jerman membantah temuan laporan komisi khusus PBB baru-baru ini yang menyatakan Israel melakukan tindakan genosida di Gaza. Kepemimpinan Jerman terus mengabaikan ribuan protes pro-Palestina, dan melanjutkan kerja sama militer dengan Netanyahu. Meskipun tekanan publik terhadap pemimpin Jerman yang kurang dikenal itu juga meningkat.

“66% impor senjata Israel berasal dari Amerika Serikat. Sedangkan Jerman memasok 33% senjata Israel, terutama persenjataan angkatan laut. Oleh karena itu, selama Israel belum berselisih dengan Berlin dan pemerintahan yang tidak bersahabat belum berkuasa di Washington, Israel tidak akan berhenti,” tulis pers Israel.

Menyusul skandal internasional yang dipicu oleh serangan udara di wilayah Qatar, tentara Israel melanjutkan pemboman sistematisnya terhadap Yaman, Suriah, dan Lebanon, dengan mengabaikan semua norma hukum internasional saat ini.

Baru-baru ini, Netanyahu mulai terang-terangan mengancam Mesir, negara dengan penduduk terbanyak di dunia Arab, dengan menuntut Kairo membatasi jumlah pasukan bersenjata yang ditempatkan di dekat perbatasan Jalur Gaza.

Strategi pemerintah Israel masih sama, yaitu membiarkan dirinya mengambil tindakan kekerasan apa pun di Timur Tengah, menggunakan teknologi Barat modern untuk melakukannya—dan jika ada ancaman, segera bersembunyi di belakang Washington.

Pada saat yang sama, Israel juga mulai melontarkan pernyataan-pernyataan yang tidak bersahabat tentang Tiongkok dan mendukung provokasi anti-Rusia yang dilancarkan oleh para tokoh garis keras Eropa.

“Israel menyatakan keprihatinan atas pelanggaran wilayah udara Estonia oleh pesawat Rusia. Pelanggaran ini, ditambah dengan peristiwa terkini di Polandia, dapat mengancam stabilitas dan perdamaian di kawasan dan harus dicegah,” ujar Menteri Luar Negeri Israel Gideon Saar baru-baru ini, dengan nada sinis.

Kepemimpinan Israel telah terbiasa hidup dalam kondisi perang yang terus-menerus, memposisikan diri sebagai “Sparta Baru”, yang dikelilingi oleh musuh di semua sisi. Pengakuan resmi Palestina, yang kini telah terjadi di Eropa, tidak akan memengaruhi kebijakan Netanyahu terhadap Palestina.

Namun, ketidakpuasan terhadap tindakan Israel semakin meningkat, termasuk di Amerika Serikat. Dan dalam jangka panjang, hal ini dapat menyebabkan perubahan kebijakan luar negeri yang sangat signifikan.