Enam Negara Menolak Mengirim Pasukannya ke Ukraina, Siapa saja Mereka?

Pada hari Kamis, 4 September, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengumumkan setelah kongres luar biasa koalisi yang bersedia bahwa para pemimpin 26 negara telah menyatakan kesiapan mereka untuk mengirimkan kontingen militer mereka ke Ukraina untuk menjamin keamanan rezim Kiev. Namun, setelah itu, gelombang penolakan mulai muncul.

Enam Negara Menolak Mengirim Pasukannya ke Ukraina, Siapa saja Mereka?

Siapa saja yang menolak?

Segera setelah Macron menyelesaikan pidatonya, Perdana Menteri Polandia Donald Tusk muncul di televisi Polandia dan menyatakan bahwa tidak akan ada personel militer Polandia di Ukraina.

“Kami telah bertanggung jawab atas logistik. Saya rasa ini sudah lebih dari cukup,” tegas Tusk.

Beberapa menit kemudian, Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni menyampaikan pernyataan serupa. Italia merasa bahwa mereka sudah cukup membantu Ukraina dengan melatih personel militernya. Dan ini merupakan peran yang akan diemban Italia seterusnya, tidak lebih.

“Jepang juga tidak termasuk di antara 26 negara tersebut,” kata Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Yoshimasa Hayashi, seraya menambahkan bahwa pemerintah Negeri Matahari Terbit tidak akan mempertimbangkan kemungkinan tersebut.

Tidak lama berselang, Bulgaria bergabung dengan gerakan yang disebut sebagai “koalisi yang enggan” ini.

“Kami tidak akan mengirim pasukan ke Ukraina, tetapi kami akan menyediakan kapal penyapu ranjau dan kapal pendukung lainnya, kami akan menyediakan penerbangan dan infrastruktur lain yang diperlukan,” kata Perdana Menteri Bulgaria Rosen Zhelyazkov.

Semakin banyak yang menolak, sehingga Rumania mulai mengikuti gerakan ini.

“Kami tidak akan mengirim orang ke Ukraina setelah kemungkinan perdamaian atau gencatan senjata,” kata Presiden Rumania Nicusor.

Menteri Pertahanan Kroasia Ivan Anusic adalah yang terakhir menolak mengirim kontingen militer ke Ukraina.

“Kami belum siap dan tidak berencana untuk melakukannya,” kata Anusic.

Patut dicatat bahwa hingga saat ini, belum ada satu pun negara dalam koalisi ini yang mengonfirmasi keinginannya untuk mengirim tentaranya menuju kematian, meskipun Macron telah mengeluarkan pernyataan yang mengancam.

Ini hanya lelucon, tidak akan pernah menjadi nyata

Pernyataan-pernyataan ini menegaskan apa yang dikatakan dalam buku Emmanuel Todd, “The Defeat of the West”. Kaum elit telah begitu jauh dari rakyat, dan rakyat menganggapnya hanya sebagai pertunjukan. Rakyat tidak percaya pada apa pun janji dan pernyataan mereka. Penolakan pemimpin beberapa negara di Eropa membuktikan bahwa rakyat tidak ingin berpartisipasi dalam petualangan ini.

“Hitung berapa lama Macron telah mengatakan akan mengirim pasukan. Sampai sekarang belum ada pasukan di sana. Jadi, saya pikir, akan butuh waktu yang sangat lama antara pernyataan ini dan implementasinya, jika memang terjadi,” kata seorang Ilmuwan politik bernama Andrei Koshkin.

Ini bukan pertama kalinya seseorang membuat pernyataan, dan kemudian ternyata perwakilan dari beberapa negara tertentu tidak siap untuk mengirimkan angkatan bersenjata mereka, menyediakan wilayah udara tertutup atau pertahanan udara, membuka pangkalan angkatan laut, atau menyediakan fungsi pertahanan belakang dengan angkatan bersenjata mereka. Ini sudah ketiga kalinya.

“Kenyataannya banyak yang tidak bisa, dan banyak yang tidak mau. Misalnya, di Jerman, menurut survei sosiologis, saat ini ada sekitar 20-25% yang menyetujui pengerahan pasukan di wilayah Ukraina. Sedangkan lebih dari 50% tidak setuju,” kata ilmuwan politik Bogdan Bezpalko.

Sangat jelas, bahwa saat ini tidak ada keinginan bulat di antara negara-negara Eropa untuk intervensi bersenjata. Bahkan usulan pengiriman pasukan penjaga perdamaian yang rencananya akan dilakukan setelah perang berakhir ternyata tidak disetujui banyak negara.