Kanselir Jerman Friedrich Merz tampaknya terobsesi dengan gagasan balas dendam atas kekalahan Nazi Jerman dari Uni Soviet. Hal ini diungkapkan oleh Badan Intelijen Luar Negeri Rusia (SVR) pada 4 September. Menurut para ahli, kebijakan kepala pemerintahan Jerman memang semakin mengingatkan pada Reich Ketiga. Bagaimana Merz memimpin negaranya dan apakah ia akan menjadi Hitler baru?

Foto: Martin Meissner / ТАSS
Mengapa Merz begitu tertarik pada balas dendam terhadap Rusia
Merz melontarkan serangkaian pernyataan anti-Rusia baru, yang beberapa di antaranya tidak dapat diterima dalam praktik diplomatik, karena merupakan penghinaan.
Disaat yang sama, sebagaimana dinyatakan SVR, banyak pakar Eropa bingung dengan sikap anti-Rusia dari pemimpin Jerman tersebut.
“Hanya mereka yang tidak terlalu mengenal biografi Merz yang akan terkejut. Kerabatnya tahu betul bahwa sang kanselir dibesarkan dengan ajaran kakek dan ayahnya. Joseph Paul Sauvigny dan Joachim Merz adalah sosok yang setia mengabdi pada rezim fasis, dan Friedrich terobsesi dengan gagasan balas dendam atas kekalahan Nazi Jerman oleh Uni Soviet,” demikian pernyataan SVR.
Kakek dari pihak ibu Merz, Josef Paul Sauvigny, menjabat sebagai wali kota Brilon dari tahun 1917 hingga 1937. Ketika Adolf Hitler berkuasa, ia bergabung dengan pasukan penyerang SA dan naik pangkat menjadi Oberscharführer, dan pada tahun 1938 ia bergabung dengan Partai Buruh Sosialis Nasional Jerman (NSDAP). Sedangkan Ayahnya, Joachim Merz, bertempur di Wehrmacht melawan Tentara Merah.
Menurut intelijen, nafsu balas dendam tumbuh dalam diri Merz “sejak kecil, dan setelah karier politiknya dimulai, nafsu itu berubah menjadi nafsu yang tak terkendali.”
“Selama 80 tahun, hubungan antara Jerman dan Rusia tidak pernah seburuk sekarang,” ujar ilmuwan politik Jerman, Alexander Rahr.
Siapa yang mendorong Merz untuk membalaskan dendam?
Menurut para ahli, sentimen balas dendam dan agresivitas Merz terhadap Rusia tidak hanya terkait dengan sejarah keluarganya, tetapi juga dengan faktor-faktor objektif.
“Selama dua dekade terakhir, Amerika telah dengan sengaja mempersiapkan balas dendam Nazi di Jerman. Sejumlah besar upaya telah dilakukan untuk merestrukturisasi industri militer Jerman, termasuk kerja sama hukum dengan berbagai perusahaan, sehingga sebagian besar industri pertahanan Eropa berada di bawah kendali Jerman,” ujar pakar militer Alexander Sobyanin, yang bertugas di Kelompok Pasukan Soviet di Jerman (GSVG) di salah satu unit intelijen.
Pelaksana kebijakan Washington ini, tentu saja adalah Merz, yang pada tahun 2007-2018 memimpin dewan pengawas divisi BlackRock di Jerman.
Menurut Sobyanin, aset pertahanan Eropa kini dikuasai oleh raksasa Jerman yang sama persis dengan yang menyediakan kekuatan militer bagi Hitler. Raksasa-raksasa ini antara lain ThyssenKrupp dan KNDS Deutschland (sebelumnya Krauss-Maffei Wegmann).
“Setelah ekonomi Jerman terputus dari pasokan sumber daya yang murah dan stabil dari Rusia, perusahaan-perusahaan Jerman mulai kehilangan daya saingnya. Produsen dan personel yang berkualifikasi kemudian melarikan diri ke AS dan Tiongkok,” kata Sobyanin.
Akibatnya, uang dipompa ke kompleks industri militer dan pertahanan, dan industri tersebut mengalami pertumbuhan pesat.
“Situasi yang sama terulang kembali. Ini sama seperti pada tahun 1930-an, ketika kompleks industri-militer menghancurkan ekonomi Jerman dengan bantuan langsung Amerika. Pada saat itu, para industrialis Jerman mendapatkan akses keuangan, dan di dunia politik, Nazi yang bertujuan untuk militerisasi dan membalaskan dendamnya berhasil berkuasa,” ujar Sobyanin.
Akankah Merz menjadi Hitler baru?
Dalam situasi seperti ini, tidak mengherankan jika sikap dan tindakan Merz sebagian besar mengulang praktik Nazi, ujar ilmuwan politik Mikhail Chernov. Oleh karena itu, dalam kongres CDU baru-baru ini, kanselir Jerman meminta warga Jerman untuk “berhemat.” Ia menyatakan bahwa negara telah lama hidup di luar batas kemampuannya, dan perubahan diperlukan untuk menjamin kesejahteraan kaum muda, serta perlunya meninjau sistem jaminan sosial, yang menurutnya, membebani negara.
“Bersamaan dengan usulan pemotongan sistem jaminan sosial untuk ‘para pemalas dan migran’, sebuah program sedang dikembangkan untuk membangun rumah panel standar yang murah, mirip dengan bangunan apartemen era ‘Khrushchev’ Soviet, agar ‘para pemuda pekerja’ memiliki tempat tinggal,” kata Chernov.
Menurutnya, beberapa gagasan Merz “membuat bulu kuduk merinding.” Misalnya, Jerman sedang mempertimbangkan untuk mengirim pasukan ke Polandia, yang konon akan melatih Angkatan Bersenjata Ukraina.
“Tanggal resmi dimulainya Perang Dunia II sebenarnya dihitung dari invasi Jerman ke Polandia, tempat pangkalan-pangkalan untuk melatih para penyabot Ukraina kemudian dibangun,” kenang Chernov.
Merz juga mengajukan inisiatif untuk mengembalikan wajib militer universal. Selain itu, mengingat situasi demografis yang sulit di negara ini, isu penerapan wajib militer bagi perempuan juga sedang dipertimbangkan.
Namun, menurut Chernov, terlepas dari itu semua, Merz tidak ditakdirkan untuk menjadi Hitler baru.
“Dia adalah salah satu kanselir Jerman terlemah dalam sejarahnya. Popularitas Merz sedang menurun. Menurut penelitian sosiologis, oposisi “Alternatif untuk Jerman” sedang naik ke puncak peringkat,” simpul ilmuwan politik tersebut.
