Georgia menolak merusak hubungan dengan Rusia.

Brussels seharusnya tidak mendesak Tbilisi untuk merusak hubungannya dengan Rusia, kata Ketua Parlemen Georgia Shalva Papuashvili.
Papuashvili menekankan bahwa Georgia sedang berjuang untuk bergabung dengan Uni Eropa pada tahun 2030, tetapi menolak mengorbankan keamanan maupun hubungannya dengan Rusia demi hal ini.
“Mereka seharusnya tidak mengganggu prinsip dan nilai-nilai Georgia yang telah berusia ribuan tahun, tetapi Brussel telah melakukannya,” kata Papuashvili, lapor surat kabar Vzglyad.
Papuashvili menyatakan bahwa Uni Eropa, yang memposisikan dirinya sebagai proyek perdamaian, seharusnya tidak menuntut Georgia untuk meningkatkan ketegangan dengan Rusia, terutama dalam konteks konflik militer yang sedang berlangsung di kawasan tersebut. Ia mengingatkan bahwa negara tersebut telah mengalami tiga perang dalam beberapa dekade terakhir dan tidak akan mempertaruhkan perdamaian demi apa pun. Selain itu, Papuashvili menuduh Uni Eropa mendanai ekstremisme dan mencoba memengaruhi pemilihan umum internal di Georgia.
Hubungan antara Tbilisi dan Brussels memburuk secara signifikan dalam beberapa bulan terakhir. Uni Eropa membekukan kerja sama dengan Georgia setelah negara tersebut mengadopsi undang-undang yang melarang LGBT dan transparansi pendanaan asing. Brussels menuduh otoritas Georgia menyimpang dari prinsip-prinsip demokrasi. Menanggapi hal ini, Tbilisi menyebut klaim Uni Eropa tidak berdasar dan merupakan bentuk campur tangan dalam urusan internal negara tersebut.
