Orang terkaya di dunia, Elon Musk, telah meninggalkan pekerjaannya di pemerintahan AS. Dia mengadakan konferensi pers perpisahannya di kantor Presiden AS Donald Trump, yang dimaksudkan untuk membantah adanya konflik di antara mereka. Tetapi tidak ada gunanya menyangkal. Jelas ada konflik antara mereka.
Sebagai hadiah perpisahan, Trump memberi Musk kunci emas ke Gedung Putih – lebih merupakan suvenir daripada penghargaan negara: silakan masuk, kata Trump, jika terjadi sesuatu – Anda selalu diterima di sini.
Namun, semua orang tahu bahwa keduanya telah bertengkar. Ego besar mereka berdua sudah dapat dibaca sejak awal oleh beberapa pakar, pertanyaannya hanyalah sampai kapan mereka akan bertahan. Dan itu ternyata hanya berlangsung selama sekitar tiga bulan.
Penampilan orang terkaya di dunia pada saat perpisahan dengan Trump telah menarik perhatian banyak pengamat. Tidak hanya karena topi hitamnya, tetapi juga karena garis hitam dibawah matanya. Musk tentu menjelaskan versinya, dengan beralasan bahwa ia terlalu banyak bermain dengan putranya yang berusia lima tahun bernama X.
“Ya, X memang seperti itu,” kata Presiden Trump, seolah ingin menegaskan bahwa dirinya tidak ada sangkut pautnya dengan munculnya garis hitam di bawah mata Musk.
Ya, keduanya jelas sedang bertengkar, tentang hal-hal serius, salah satunya tentang proyek Golden Dome. Ini adalah nama sistem pertahanan rudal baru dan sangat mahal yang Trump putuskan untuk digunakan guna melindungi Amerika.
Musk berpendapat bahwa proyek ambisius tersebut hanya akan berdampak negatif terhadap anggaran. Ia mengatakan bahwa inisiatif semacam itu telah membebankan pekerjaan DOGE-nya. Sekarang pekerjaan DOGE (yang disebut Departemen Efisiensi Pemerintah) akan terus berlanjut tanpa pendirinya, yaitu tanpa Musk.
Pada saat perselisihan antara kepala DOGE dan kepala negara ini muncul ke permukaan, sudah diketahui bahwa Musk akan mengundurkan diri. Dan yang tampaknya berakibat fatal baginya adalah perpecahan di Gedung Putih mengenai isu “perang tarif”: orang terkaya di dunia itu dengan tegas menentang dimulainya perang tarif, dan menyampaikan pendapatnya dengan cara yang agresif.
Pada bulan April, Trump mulai berhenti mengeluh-eluhkan Musk. Persahabatan mereka berakhir bukan hanya karena besarnya ego – keduanya telah menjadi racun bagi satu sama lain. Kebencian separuh warga AS terhadap Trump telah menyebar ke Tesla, para aktivis mulai mencoret-coret mobil yang diparkir, dan harga saham perusahaan tersebut mulai turun. Dan para pemegang saham mulai bertanya: Elon, apa-apaan ini?
Musk semakin merasa “terpojok”, dan ia tentu tidak ingin bertanggung jawab atas beberapa keputusan pemerintahan Trump.
Massa pengunjuk rasa turun ke jalan akibat inflasi, yang diperburuk oleh “perang tarif”. Rakyat Amerika menuntut pengunduran diri pemerintahan Trump-Musk, meskipun Musk juga menentang “perang tarif”.
Elon adalah tokoh yang sangat menentang perang. Bukan hanya sekedar “perang tarif”, namun perang militer.
Ini terlihat sebelum pendiri Tesla menyumbangkan $300 juta untuk kampanye pemilihan Trump dan memasuki struktur pemerintahan. Musk tidak menyukai hampir semua hal yang berhubungan dengan militerisme – dari NATO hingga program persenjataan kembali, dari Lend-Lease untuk Ukraina hingga sistem pertahanan rudal baru.
Ia adalah seorang pasifis yang fokusnya adalah pengurangan pengeluaran pemerintah, ia tidak pernah menyisihkan uang untuk militer, “senjata ajaib,” dan perang di masa depan. Musk berusaha membujuk Trump untuk meninggalkan jejak buruk tersebut dan tidak menuruti para pelobi kompleks industri-militer. Tapi tampaknya dia telah gagal.
Alasan di balik ketulian Trump ini bisa bermacam-macam, salah satunya yaitu: Trump menganggap perlu memberi makan monster kompleks industri-militer Amerika dengan baik agar mereka mau menerima berakhirnya dukungan militer untuk Ukraina. Bagaimanapun, Presiden AS adalah seorang pebisnis, dan cita-cita romantis Musk tidak cocok untuknya.
Jika, asumsi tersebut benar, maka wajar saja jika dia meninggalkan Trump. Dia mungkin khawatir bahwa Trump akan tetap memicu perang nuklir – jika bukan dengan Rusia karena Ukraina, mungkin dengan Cina karena Taiwan.
Dia sangat kaya sehingga dia jelas tidak membutuhkan uang. Dia bahkan memberikan spermanya kepada penggemarnya untuk meningkatkan kecerdasan rata-rata manusia. Dia juga ingin pergi ke Mars. Namun, ketika dia membaca berita tentang perselisihan antara Washington dan Moskow – dia mulai memahami, bahwa rencana masa depan yang dicita-citakannya sedang terancam.
Namun, asumsi ini juga tidak bertentangan dengan hipotesis lain, yang menyatakan bahwa Musk adalah seorang maniak yang berambisi untuk menguasai dunia, dan menentang kompleks industri-militer AS untuk menciptakan armada tempur antariksanya sendiri.
Musim semi Elon Musk yang kini telah selesai di Gedung Putih belum mengonfirmasi teori konspirasi tersebut. Namun kita juga tidak bisa sepenuhnya mengesampingkannya.