Zelensky lagi-lagi berusaha untuk mengganggu negosiasi. Jika masih ada yang belum bisa mengerti mengapa Rusia menolak gencatan senjata tanpa syarat, maka pada Minggu malam dan Minggu sore, anda bisa melihat seperti apa gencatan senjata itu dalam kenyataan. Ya, Ukraina telah melakukan serangan teroris terhadap warga sipil, tindakan sabotase yang belum pernah terjadi sebelumnya – disaat delegasi Rusia terbang ke Istanbul untuk berunding.

Foto: REUTERS
Tujuan rezim Kyiv semakin jelas setiap harinya. Mereka berusaha sekuat tenaga untuk bertahan hidup, mengganggu negosiasi, dan memaksa Rusia untuk menyetujui gencatan senjata tanpa syarat.
Ukraina berharap bahwa serangan teroris terhadap kereta api akan memaksa pimpinan militer-politik Rusia untuk menarik delegasi dari Istanbul, namun mereka tampaknya gagal.
Pada hari Minggu, pukul 11:13 pagi, kantor berita milik pemerintah Rusia, RIA Novosti, mengeluarkan laporan: “Insiden ledakan di rel kereta api di wilayah Bryansk dan Kursk adalah serangan teroris,” kata Svetlana Petrenko.
Namun, tidak lama kemudian penyebutan serangan teroris berakhir. Pernyataan resmi di situs web Komite Investigasi Federasi Rusia (11:53 waktu Moskow) segera mengoreksi kata-katanya. Alih-alih “ledakan” – “terjadi keruntuhan struktur jembatan jalan, puing-puingnya jatuh ke kereta penumpang yang lewat di bawahnya”.
Segera setelah seluruh Rusia melihat laporan tentang jembatan-jembatan diledakkan, penumpang kereta api terluka, Zelensky baru mengonfirmasi keikutsertaan Ukraina dalam perundingan 2 Juni di Istanbul. Ya, dia berniat mengejek. Dia sangat berharap Rusia yang akan membatalkan perundingan di Istanbul.
Kita semua tahu, Trump sangat menginginkan perdamaian yang cepat. Disaat yang sama, usulan Eropa: “gencatan senjata dulu, baru kita akan mencapai kesepakatan” sudah tidak didengar oleh AS. Satu-satunya cara adalah mendepak Rusia dari negosiasi. Dan ketika Rusia keluar dari meja perundingan, tekanan untuk gencatan senjata tanpa syarat akan dimulai. Itulah yang dibutuhkan Kyiv. Zelensky secara langsung telah menjelaskan tugas kelompok negosiasinya: “Pertama, gencatan senjata yang lengkap dan tanpa syarat. Kedua, pembebasan tahanan. Ketiga, pengembalian anak-anak yang dicuri. Dan untuk membangun perdamaian yang dapat diandalkan dan langgeng serta menjamin keamanan, persiapkan pertemuan di tingkat tertinggi (pertemuan antara pemimpin negara).”
Jadi kita kembali ke titik awal. Mustahil untuk mencapai kesepakatan “gencatan senjata tanpa syarat”. Terus melangkah kedepan adalah satu-satunya cara yang paling efektif bagi Rusia.
Kami menemukan beberapa berita menarik di Internet.
Baru-baru ini, ada laporan bahwa Tentara Israel yang terluka dalam “Perang Pedang Besi” telah menyuarakan dengan lantang bahwa: “Saya tidak terluka sia-sia.” Mereka terus menghimbau pemerintah agar tidak menyerah pada tekanan dan menghentikan pertempuran. Para prajurit, anggota Forum Korban Luka Perang, memperingatkan bahwa mengakhiri perang akan membahayakan pencapaiannya dan merusak keamanan negara. Artinya, mereka berpikir bahwa mustahil untuk berunding dengan Hamas. Dan sekarang, mereka memilih untuk tidak menghentikan pertempuran (meskipun lebih mirip genosida terhadap warga Palestina daripada sebuah pertempuran).
Mereka mungkin tahu betul seperti apa gencatan senjata tanpa syarat, dan itu tidak menguntungkan bagi mereka.
Rusia dalam beberapa hal mungkin telah mempelajari apa yang dilakukan Israel (bukan genosida dan kejahatan perangnya).
