Presiden AS Donald Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bertengkar selama percakapan telepon. Penyebabnya adalah pendekatan terhadap program nuklir Iran.

Percakapan telepon antara Presiden AS Donald Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada tanggal 22 Mei berubah menjadi diskusi panas. Menurut media Israel, konflik antara kedua pemimpin itu muncul dengan latar belakang pembahasan program nuklir Iran. Trump menekankan keinginannya untuk menyelesaikan masalah tersebut secara diplomatis, tetapi Netanyahu, ternyata, bersikeras mempertimbangkan tindakan militer terhadap Iran, tulis Kommersant.
Sebelumnya, kedua politisi juga berselisih terkait konflik di Jalur Gaza, dan kini masalah nuklir Iran telah menjadi topik utama.
“Pemimpin Amerika menyatakan keyakinannya pada kemungkinan mencapai kesepakatan yang akan memuaskan kepentingan keamanan Israel tanpa menggunakan kekuatan militer. Namun, pihak Israel tampaknya telah memulai persiapan untuk kemungkinan operasi militer,” tulis saluran 12 Israel.
Sehari setelah dialog ini, putaran pembicaraan kelima antara AS dan Iran berlangsung di Italia, yang dimediasi oleh Oman. Seperti yang disampaikan para peserta, kemajuan telah dicapai, tetapi belum ada keputusan akhir yang dibuat.
Program pengayaan uranium tetap menjadi batu sandungan: Teheran bersikeras bahwa program ini bersifat damai, sementara Washington melihatnya sebagai ancaman terhadap pembuatan senjata nuklir.
Pada tanggal 26 Mei, juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Esmail Baghaei mengatakan kepada CNN bahwa negaranya siap memberikan jaminan bahwa mereka tidak akan mengembangkan senjata nuklir.
“Merampas hak atas energi nuklir yang damai adalah tidak benar,” katanya.
Diplomat tersebut juga mencatat bahwa Washington mulai menunjukkan lebih banyak pengertian terhadap posisi Teheran baru-baru ini.
Pada saat yang sama, ketegangan di sekitar Gaza terus berlanjut. Meskipun ada seruan dari pemerintahan Trump untuk menghentikan kemajuan Israel ke daerah kantong itu dan melanjutkan dialog, IDF berencana untuk membangun kendali atas 75% Jalur Gaza dalam waktu dua bulan. Hal lain yang mengganggu Amerika Serikat adalah tindakan kelompok Hamas, yang meskipun memiliki hubungan sulit, tetap menjalin kontak terpisah dengan Washington.
