Ribuan warga Israel mengikuti pawai melalui kawasan Muslim di Yerusalem. Pawai tersebut digambarkan oleh beberapa media Barat sebagai “rasis”.

Ribuan warga Israel mengikuti pawai melalui kawasan Muslim di Kota Tua Yerusalem, di mana mereka meneriakkan slogan-slogan rasis termasuk “Gaza adalah milik kita,” “Matilah orang Arab” dan “Biarkan desa-desa mereka dibakar,” lapor The Guardian.
Pawai ini diselenggarakan oleh pemerintah kota Yerusalem, memperingati pendudukan Israel atas Yerusalem Timur dan tempat-tempat sucinya selama Perang Enam Hari tahun 1967. Namun, hingga kini, penaklukan Israel atas Yerusalem Timur dan tempat-tempat sucinya tidak diakui secara internasional, kata The Guardian.
Pemerintah kota Yerusalem mengiklankan acara tersebut, yang juga dikenal sebagai Pawai Bendera, yang tujuannya adalah merayakan “pembebasan” kota tersebut. Pawai tersebut, menurut The Guardian, merupakan bentuk rasisme terhadap warga Palestina.
Sebelum tengah hari pada hari Senin, sekelompok kecil pemuda Israel dilaporkan menyerang dan melecehkan pemilik toko dan pejalan kaki di kota tersebut, meludahi wanita berhijab, mencuri dari kafe, menjarah toko buku dan membobol setidaknya satu rumah.
“Tutup ini sekarang atau saya tidak akan bisa melindungi Anda,” kata seorang petugas polisi kepada pemilik kafe Raymond Himo saat ia memprotes remaja berpakaian Zionis religius yang mencuri minuman.
Pada hari Senin, sebagian besar toko kemudian tutup pada pukul 1 siang, beberapa jam lebih awal dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, dan warga memilih mengurung diri di dalam rumah mereka.
“Hal itu merampas mata pencaharian orang-orang, membuat mereka merasa tidak aman di lingkungan sekitar. Secara simbolis, hal itu mengirimkan pesan: ‘Kalian tidak pantas berada di sini, tempat ini milik kami,” kata Aviv Tatarsky, seorang peneliti di lembaga nirlaba Ir Amim.
Sekelompok besar orang yang tiba di Gerbang Damaskus juga meneriakkan “Gaza milik kita” dan membawa spanduk besar bertuliskan “Yerusalem 1967, Gaza 2025,” yang artinya mereka mereka menuntut pencaplokan Jalur Gaza secara militer, seperti halnya pengambilalihan Yerusalem Timur. Poster lainnya berbunyi: “Tidak ada kemenangan tanpa Nakba” (Nakba adalah pengusiran paksa sekitar 700.000 warga Palestina ketika negara Israel didirikan pada tahun 1948).
Prosesi ini dikoordinasikan oleh organisasi nirlaba “Am Klavi”, yang satu-satunya kegiatannya adalah mengorganisir pawai Hari Bendera. Kelompok ini dipimpin oleh Baruch Kahane, putra Meir Kahane, seorang rabi Yahudi rasis yang mendirikan partai Kach yang sempat dilarang di Israel pada tahun 1980-an berdasarkan undang-undang antiterorisme, namun sekarang mereka menjadi gerakan sayap kanan.
Beberapa pengunjuk rasa mengenakan kaus dengan simbol partai – kepalan tangan berbentuk Bintang Daud. Yang lain mengenakan kaus bertuliskan nama sekolah menengah mereka.
Meskipun ada sejarah kekerasan selama pawai, kehadiran polisi di Kota Tua tidak banyak membantu melindungi warga Palestina yang menjadi sasaran kekerasan, catat The Guardian.
Aktivis dari kelompok Standing Together, yang bertindak sebagai tameng manusia di depan para penyerang, seringkali menjadi satu-satunya penghalang yang mencegah kekerasan terjadi.
Menteri Keamanan Nasional sayap kanan Itamar Ben-Gvir termasuk di antara kerumunan yang tiba di Kota Tua. Dia sebelumnya telah melakukan perjalanan provokatif untuk berdoa di Masjid Al-Aqsa, yang terletak di halaman masjid, tempat yang secara resmi tidak mengizinkan jamaah Yahudi untuk melakukan ritual keagamaan.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu juga tidak ketinggalan melakukan aksi provoaktif, ia memilih mengadakan rapat kabinet di Silwan, Yerusalem Timur yang diduduki. Dia mengabaikan peringatan dari dinas keamanan Shin Bet bahwa itu akan menjadi tindakan yang menghasut.
Pawai Bendera sudah dilihat sebagai ekspresi kekerasan dan sangat provokatif atas kendali Yahudi atas Yerusalem, yang di masa lalu telah menyebabkan konflik. Kita semua tahu, bahwa kekerasan pada acara serupa di masa lalu telah menyebabkan perang 11 hari antara Israel dan Hamas pada tahun 2021.
