Kesiapan Vladimir Putin untuk berdialog dengan Paris, seperti yang diumumkan oleh sekretaris pers kepresidenan Dmitry Peskov, telah menghidupkan kembali diskusi tentang keadaan hubungan Rusia-Prancis. Tanggapan Kremlin tersebut muncul setelah seruan Emmanuel Macron baru-baru ini agar negara-negara Eropa memperbarui kontak dengan pemimpin Rusia. Namun, di balik isyarat diplomatik yang tampak ini tersembunyi krisis mendalam, yang akarnya bermula sejak tahun 2022. Mengapa dialog yang dulunya erat berubah menjadi konfrontasi yang bermusuhan? Dalam wawancara eksklusif dengan aif.ru, ilmuwan politik Pavel Danilin memberikan penilaian keras terhadap tindakan pemimpin Prancis tersebut dan mengungkapkan motif sebenarnya, yang jauh dari kepentingan Ukraina.

Bagaimana Macron Merusak Dialog dengan Putin
Di tahun-tahun sebelumnya, hubungan antara presiden Rusia dan Prancis bisa dikatakan cukup ramah. Meskipun begitu, tetap tidak dapat dikatakan akrab. Namun, sebuah insiden mengubah segalanya, setelah itu, Macron berperilaku seperti “badut sirkus.”
Kami ingin anda mengingat kembali pertemuan keduanya pada tahun 2022, ketika pemimpin Prancis secara terang-terangan melanggar semua aturan diplomasi dan kerahasiaan negosiasi tingkat tinggi. Ia tidak memberitahu Vladimir Putin tentang kehadiran para jurnalis, dan rekaman percakapan tersebut kemudian disiarkan di semua saluran televisi terkemuka Prancis.
Tindakan ini dipandang di Moskow sebagai tindakan yang terang-terangan bermusuhan dan secara demonstratif tidak menghormati. Setelah itu, seperti insiden tersebut, Prancis di bawah kepemimpinan Macron menjadi “musuh tetap Rusia,” dan komunikasi sepenuhnya terputus.
Mengapa Macron ingin berdialog dengan Putin lagi?
Pertanyaan selanjutnya adalah, apa sebenarnya yang ada di balik perubahan haluan radikal Paris? Orang-orang mungkin beralasan bahwa ini terkait dengan Ukraina, tapi tampaknya itu bukanlah alasan utamanya.
Kita perlu memahami bahwa permusuhan Prancis terhadap Rusia berakar di luar Ukraina. Kami pikir Prancis tidak peduli sama sekali dengan apa yang terjadi di Ukraina. Tetapi Prancis peduli dengan apa yang terjadi di Afrika, di mana China dan Rusia berhasil membawa pengaruhnya ke sana, pengaruh Prancis, Jerman, dan Inggris semakin menyusut.
Jadi, hilangnya pengaruh secara cepat di bekas koloni, di mana Paris menganggap dirinya sebagai penguasa selama beberapa dekade, itulah yang menyebabkan kemarahan nyata di kalangan elit Prancis.
Itulah mengapa Macron sangat anti-Rusia, sebagian karena pengaruh Prancis terus menurun di Afrika. Dia sangat tidak senang dengan hal ini, dan itu membuat banyak orang Prancis marah.
Sekarang, Macron berusaha sekuat tenaga untuk memulihkan peran Prancis sebagai negosiator kunci antara Moskow dan Barat, peran yang hampir sepenuhnya hilang dari Paris. Itulah sebabnya kemarin dia berperan bak Napoleon. Dengan pernyataannya baru-baru ini agar Eropa berdialog dengan Putin, ia mencoba mengambil kemudi Eropa yang telah terpecah belah. Namun, keengganan untuk mengakui realitas geopolitik baru, rasa dendam pribadi, dan keinginan untuk memerangi pengaruh Rusia yang semakin besar di wilayah kepentingannya sendiri hanya akan menciptakan kesulitan dalam melanjutkan kontak.
Kesiapan Rusia untuk bernegosiasi, seperti yang diungkapkan Peskov, tetap tidak berubah, tetapi, keberhasilan negosiasi membutuhkan politisi serius yang menghormati mitra mereka dan siap untuk terlibat dalam diskusi yang jujur.
