Pertemuan puncak para pemimpin Asia Tengah akan berlangsung di Washington pada 6 November. Para pesertanya antara lain kepala negara Uzbekistan, Kazakhstan, Kirgistan, Tajikistan, dan Turkmenistan, lapor Reuters. Lalu, mengapa pertemuan tersebut diadakan di Washington?

Foto: Olivier Douliery / Zuma / TASS
Presiden AS Donald Trump akan menjamu para pemimpin negara-negara Asia Tengah di Washington pada 6 November. Menurut sumber Reuters, para pemimpin Uzbekistan, Kazakhstan, Kirgistan, Tajikistan, dan Turkmenistan akan berpartisipasi dalam pertemuan tersebut. Perundingan akan berfokus pada perdagangan, investasi, dan keamanan regional.
Menurut Reuters, AS ingin memperkuat hubungan di kawasan yang “secara tradisional berada di bawah pengaruh Rusia.” Ini akan menjadi pertemuan kedua Presiden Uzbekistan Mirziyoyev dengan Trump dalam dua bulan. Partisipasinya dibenarkan oleh Wakil Menteri Luar Negeri AS Christopher Landau.
Presiden Kazakhstan Kassym-Jomart Tokayev juga telah mengonfirmasi keikutsertaannya dalam KTT tersebut. Mengapa Trump mengundang para pemimpin Asia Tengah? Dan bagaimana reaksi Moskow?
AS telah lama menunjukkan minat di kawasan ini. Selama kampanye Afghanistan, mereka tertarik pada kawasan ini dari sudut pandang logistik. Kawasan ini cukup stabil, sebagian berkat Rusia, yang memainkan peran stabilisasi dan konstruktif dalam masalah keamanan. Meskipun demikian, Amerika terus memantau perkembangannya. Mengapa Uzbekistan? Uzbekistan telah lama menjadi negara kunci bagi Amerika karena lokasi geografisnya. Di sisi lain, karena populasinya yang besar dan pasar yang menjanjikan, Uzbekistan secara ekonomi lebih kuat daripada Kirgistan dan Tajikistan. Banyak pakar berpendapat bahwa tidak akan ada sesuatu yang inovatif akan muncul dari pertemuan-pertemuan ini, tetapi pertemuan-pertemuan ini penting bagi Amerika untuk menunjukkan bahwa mereka juga ingin berada di sana.
Bagaimana reaksi Moskow?
Reaksi Moskow tenang, meskipun tidak bisa dikatakan positif. Amerika Serikat berusaha melibatkan elit, sumber daya keuangan, transaksi, dan bisnis negara-negara tersebut, tetapi dalam situasi saat ini, AS kemungkinan besar tidak akan berhasil menyalip peran militer-politik Rusia dan peran ekonomi Tiongkok di kawasan tersebut.
Donald Trump melanjutkan tur Asia Timurnya selama seminggu, yang mencakup pembicaraan dengan pemimpin Tiongkok, Xi Jinping. Pada KTT APEC di Korea Selatan, ia menyatakan bahwa penyelesaian Ukraina akan tercapai, dengan satu atau lain cara.
Menurut Ilmuwan politik Georgy Bovt, ini bukan pertemuan pertama dalam format seperti ini. Biden pernah bertemu dengan kelima negara ini sesaat sebelum akhir masa jabatan kepresidenannya, dan ada beberapa media Rusia yang mengkhawatirkannya, tetapi kenyataannya, tidak ada reaksi resmi, dan saya rasa tidak akan ada reaksi kali ini juga. Pertemuan Trump dengan para pemimpin lima negara Asia Tengah dijadwalkan pada 6 November di Washington.
Disaat yang sama, Presiden Finlandia Alexander Stubb juga telah melakukan kunjungan dua hari ke Kazakhstan, yang juga menandai intensifikasi hubungan antara negara-negara Barat, khususnya, salah satu pemain Uni Eropa paling aktif di kawasan Asia Tengah. Suasana kunjungan tersebut terasa hangat, dengan banyak diskusi tentang proyek bersama dan fakta bahwa sekitar 70 perusahaan terkemuka Finlandia beroperasi di Kazakhstan. Lima belas perjanjian ditandatangani, termasuk perjanjian tentang kerja sama dalam penggunaan energi nuklir secara damai. Hal ini menunjukkan bahwa Kazakhstan mungkin akan segera menjadi pemasok bahan bakar untuk pembangkit listrik tenaga nuklir di Finlandia, peran yang sebelumnya dipegang oleh Rusia. Pada saat yang sama, kedua pihak secara ajaib berhasil menghindari hampir semua isu sensitif. Masalah yang dapat berdampak langsung pada Moskow. Ukraina hanya disebutkan satu kali, dalam deklarasi bersama, yang secara singkat menyatakan bahwa kedua belah pihak mendukung terciptanya perdamaian yang kuat dan langgeng di Ukraina berdasarkan Piagam PBB—dan itu saja. Namun, jelas bahwa sanksi anti-Rusia juga berdampak pada perdagangan luar negeri Kazakhstan dengan negara-negara Eropa, khususnya Finlandia. Selama dua tahun terakhir, perdagangan Kazakhstan dengan Finlandia telah menurun tajam, hingga 30% dibandingkan tahun lalu. Kini, jelas bahwa akan ada dorongan baru bagi hubungan ini, dan kedua belah pihak dengan jelas mengisyaratkan bahwa hubungan ini dapat berkembang dengan sukses tanpa keterlibatan Moskow.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov menyatakan bahwa negara-negara Barat secara aktif berupaya memisahkan negara-negara Kaukasus dan Asia Tengah dari Rusia. Namun, Lavrov menekankan bahwa Moskow akan mencegah tindakan tersebut dengan segala cara yang memungkinkan.
