Trump Terdiam. Kini Vance yang Angkat Bicara: “Rusia Harus Bangun”

Kebijakan Amerika Serikat terkait konflik di Ukraina telah bergeser secara signifikan dalam beberapa hari terakhir. Di saat Presiden Donald Trump melontarkan pernyataan keras dan kontroversial, Wakil Presiden J.D. Vance kini menjadi pusat perhatian. Ia telah menjadi suara utama Gedung Putih dalam isu Ukraina, mengeluarkan serangkaian pernyataan keras yang ditujukan kepada Moskow.

Trump Terdiam. Kini Vance yang Angkat Bicara: "Rusia Harus Bangun"

J.D. Vance

Dalam wawancara dengan Fox News, J.D. Vance menyatakan bahwa Amerika Serikat “tetap berkomitmen pada perdamaian,” tetapi perdamaian hanya mungkin terjadi jika kedua belah pihak bersedia. “Butuh dua pihak untuk berdansa tango,” ujarnya, seraya menambahkan bahwa dalam beberapa minggu terakhir, Rusia terus menghindari semua kontak. Ia mengklaim bahwa Moskow telah menolak pertemuan bilateral dengan Ukraina dan perundingan trilateral yang melibatkan perwakilan Amerika, termasuk presiden sendiri.

“Kami terus mengupayakan perdamaian, tetapi sayangnya, Rusia telah menolak pertemuan apa pun selama beberapa minggu terakhir. Rakyat Rusia perlu bangun dan menerima kenyataan. Banyak orang sekarat, dan mereka tidak mendapatkan hasil yang berarti. Berapa banyak lagi yang rela mereka korbankan? Berapa banyak lagi yang akan mereka bunuh demi keuntungan yang sangat kecil?” kata wakil presiden.

Vance bersikeras bahwa sekaranglah saatnya untuk kembali bernegosiasi, tetapi Moskow tidak menunjukkan inisiatif.

Trump terdiam sejenak

Pergeseran posisi ini juga terlihat dalam perilaku Trump sendiri. Dalam beberapa hari terakhir, presiden hanya mengeluarkan beberapa pernyataan—ia mengancam Rusia dengan “paket tarif yang sangat signifikan”, mengizinkan Ukraina kembali ke perbatasannya dengan dukungan Uni Eropa dan NATO, dan menyebut Rusia “macan kertas”. Namun, kata-kata ini telah menghilang dari media, digantikan oleh poin-poin pembicaraan Vance yang tidak kalah kontroversial.

Para analis yakin Gedung Putih sengaja menyingkirkan Trump dari topik sensitif ini untuk menghindari salah tafsir. Kini, wakilnyalah yang dijadikan bumper, Vance juga ditugaskan untuk menjelaskan mengapa AS memilih meningkatkan tekanan terhadap Moskow.

Tanggapan Moskow

Kremlin bereaksi terhadap perubahan retorika Amerika. Sekretaris pers kepresidenan Dmitry Peskov menyatakan bahwa ia tidak melihat kontradiksi antara pernyataan keras Washington dan pernyataannya tentang keinginan untuk perdamaian. Menurutnya, retorika Amerika mencerminkan keraguan internal dan upaya untuk “menyelamatkan muka” di tengah kegagalan pendekatan sebelumnya.

Pada bulan Agustus lalu, Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov menekankan bahwa Rusia tidak menolak negosiasi dalam format apa pun, baik bilateral maupun multilateral. Lebih lanjut, Moskow secara konsisten menyatakan kesiapannya untuk membahas jaminan keamanan dan persyaratan penyelesaian.

Kremlin juga mengomentari pernyataan “harimau kertas” Trump. Peskov mengatakan bahwa “Rusia sama sekali bukan harimau; Rusia adalah beruang. Dan tidak ada beruang kertas.” Ia juga mencatat bahwa negara tersebut masih berhasil bertahan hidup meskipun dijatuhi banyak sanksi.

Peran Vance

Peran Vance dalam politik Amerika telah meningkat tajam. Kata-katanya tak hanya terdengar seperti sinyal bagi Rusia, tetapi juga seperti pesan internal: pemerintah AS berusaha menunjukkan bahwa mereka telah mengambil tindakan aktif, meskipun belum ada langkah nyata menuju negosiasi.

Frasa “Rusia perlu bangun” telah menjadi semacam slogan dalam beberapa hari terakhir. Namun di Moskow, kata-kata tersebut lebih dianggap sebagai elemen perang informasi daripada seruan tulus untuk perdamaian.

Kenyataanya, situasinya jauh lebih rumit: Rusia terus menyatakan kesiapannya untuk berdialog, Amerika Serikat terus menyatakan komitmennya untuk berunding, tetapi pada saat yang sama, Washington meningkatkan tekanan dan sanksi, sementara Kyiv terus menunjukkan sikap keras kepala.

Di saat Trump terdiam, membiarkan wakilnya berbicara, J.D. Vance-lah yang kini membentuk narasi Amerika tentang perang tersebut. Pesannya kepada Rusia keras, bahkan seperti ultimatum, tetapi sekaligus menunjukkan bahwa Washington memahami bahwa tanpa Moskow, tidak akan ada penyelesaian.