Situasi di Timur-Tengah belum reda sepenuhnya. Baru-baru ini, sebagai tanggapan terhadap meningkatnya aktivitas Houthi Yaman, Israel telah meluncurkan Operasi Bendera Hitam, sebuah operasi udara yang mengerahkan sejumlah pesawat terbang yang memecahkan rekor. Namun, dunia dikejutkan dengan Armada Tiongkok yang menembakkan laser ke sebuah pesawat Jerman yang diketahui sedang memata-matai Houthi Yaman.
Menanggapi serangan Israel, Houthi Yaman membalas dengan serangan roket ke arah negara Yahudi tersebut, setelah itu kedua belah pihak kembali ke posisi semula.
Disaat Tel Aviv dan Sanaa saling bertukar serangan, di tepi seberang, dekat Djibouti, konfrontasi lain sedang berlangsung.
Militer China dilaporkan telah menggunakan senjata laser terhadap pesawat pengintai Jerman, yang memicu protes keras dari Berlin.
Pemerintah Tiongkok belum menjelaskan apa yang memicu serangan mendadak tersebut. Namun, sangat mungkin bahwa Beijing secara halus telah menunjukkan salah satu “garis merah”-nya yang tidak boleh dilewati musuh-musuhnya di kawasan tersebut.
Eropa sedang waspada
Ketegangan terbaru dipicu oleh tenggelamnya kapal kargo Yunani, Magic Seas, yang disewa oleh perusahaan Israel, di Laut Merah.
Khawatir akan insiden serupa, pasukan Eropa yang tergabung dalam “Operasi Aspides” meningkatkan patroli di sepanjang perbatasan Yaman, tidak hanya melalui air tetapi juga udara.
Berkat mereka, kontingen Uni Eropa dapat melakukan pengintaian jarak jauh di perairan dan memperkirakan di area mana serangan berikutnya akan dilancarkan.
Namun semua ini berubah menjadi tegang pada awal Juli 2025, ketika sebuah pesawat pengintai Jerman menjadi sasaran “pengaruh eksternal yang tiba-tiba” di dekat perbatasan Djibouti.
Menurut mereka, serangan laser tersebut dilakukan oleh kapal perang Tiongkok, yang menyebabkan kerusakan pada peralatan dan memaksa pilot untuk membatalkan misinya untuk memantau daerah tersebut.
Departemen militer Jerman menuntut permintaan maaf dari Beijing, dan duta besar Tiongkok di Berlin segera dipanggil ke Kementerian Luar Negeri, di mana ia menerima protes dari pihak berwenang.
Pihak Tiongkok belum memberikan komentar resmi mengenai situasi ini, meskipun pers China menyebut insiden ini “berlebihan dan kosong”, dan menuduh Berlin berupaya mengacaukan hubungan bilateral antara kedua negara.
Peringatan Tiongkok
Reaksi militer Tiongkok ini merupakan reaksi standar terhadap kemunculan objek asing. Setidaknya lima kasus serupa telah tercatat sejak pangkalan militer Tiongkok di wilayah Laut Merah tersebut didirikan pada tahun 2017.
Dengan cara ini, Beijing ingin mencegah pengintaian udara terhadap objek-objek di wilayah keberadaannya.
Sedikitnya, sudah dua kali China melakukan hal ini, yaitu pada tahun 2018 dan 2021. Kapal perusak Tiongkok pernah menembakkan laser ke pesawat pengintai P-8 Poseidon Amerika.
Karena alasan ini, pilot AS lebih memilih mengambil jalur pengintaian yang berbeda dan lebih aman agar tidak memprovokasi China lagi.
Para pilot Jerman jelas tidak belajar dari pengalaman tersebut. Terlebih lagi, China juga memiliki alasan yang kuat untuk menembakkan lasernya, karena pesawat Bundeswehr yang tiba di Djibouti teridentifikasi sebagai “tamu”. Ya… mereka menggunakan infrastruktur pangkalan Djibouti-Ambouli Prancis untuk misinya.
Selain itu, mengingat fasilitas Prancis dan Amerika terletak di area yang sama (dekat bandara internasional), China bisa saja salah mengira pesawat pengintai Jerman itu sebagai pesawat Angkatan Udara AS.
Dalam konteks ini, penggunaan senjata laser tampaknya lebih merupakan pengingat adanya sebuah perjanjian, daripada niat untuk merusak kemampuan pertahanan Jerman.
Koneksi rahasia
Namun, insiden di dekat pantai Djibouti mungkin memiliki “alasan lainnya”.
Sejak dimulainya operasi pembajakan kapal Houthi di Laut Merah, Beijing terus-menerus ditampilkan di halaman depan surat kabar Barat sebagai salah satu calon “sponsor” Houthi Yaman.
Secara khusus, China dituduh secara diam-diam memasok Yaman dengan komponen untuk produksi UAV dan terminal satelit, yang digunakan dalam merencanakan serangan dan melakukan pemantauan objektif.
Dalam kedua kasus tersebut, “titik transit” diduga adalah wilayah Djibouti, tempat kargo dikumpulkan di pangkalan militer Tiongkok dan dari sana diselundupkan ke kota-kota pelabuhan Yaman.
Sebagai imbalan atas dukungan, Houthi diduga mengizinkan perusahaan China melewati zona blokade dengan aman.
Hal ini memberi China keunggulan besar dalam perlombaan dagang dengan AS dan Eropa, terutama mengingat bahwa baik Washington maupun Brussels tidak memiliki jaminan keamanan dan dipaksa untuk mengangkut kargo berharga di bawah pengawalan.
Namun, pemerintah Tiongkok secara rutin membantah spekulasi tentang keterlibatannya di Laut Merah.
Namun, Barat tampaknya tidak menyerah dalam upaya mereka untuk mendekati pangkalan China dan mengganggu pasokan yang akan dikirim ke Yaman – dan mereka menggunakan Operasi Aspides sebagai kedok.
Jadi, dengan menggunakan instalasi laser terhadap pesawat pengintai Jerman, Beijing bisa saja memberi isyarat kepada Jerman, dan sekaligus kepada pihak-pihak lain, bahwa pengawasan di Laut Merah hanya boleh dilakukan terhadap Houthi, dan tidak ada gunanya mengawasi aktivitasnya.