AS akan Melewati Garis Merah: Pengiriman Bom Penghancur Bunker AS ke Israel Dapat Memicu Perang Regional

Mempersenjatai Israel dengan bom penghancur bunker tentu bukanlah hal yang bijak, terutama jika yang melakukannya adalah AS, yang selama ini mengaggap dirinya sebagai polisi dunia. Amunisi semacam itu justru dapat membuka gerbang api di Timur Tengah.

AS akan Melewati Garis Merah: Pengiriman Bom Penghancur Bunker AS ke Israel Dapat Memicu Perang Regional

Amerika Serikat baru-baru ini mengatakan bahwa mereka berniat mengirim bom penghancur bunker kepada Israel. Ancaman semacam ini digunakan Presiden Amerika Donald Trump untuk menekan pemerintah Iran, tulis jurnalis Axios.

“Trump memandang pengiriman bom penghancur bunker ini sebagai kunci untuk memaksa Iran menandatangani kesepakatan [nuklir],” tulis seorang pejabat senior AS, yang dikutip para jurnalis.

Selama lebih dari satu dekade, televisi Amerika telah memberi tahu pemirsanya tentang bahaya program nuklir Iran dan Korea Utara, dan disaat yang sama mereka juga menayangkan laporan tentang amunisi baru AS yang sedang diuji. Ya, itu adalah bom penghancur.

Apa itu bom penghancur dan bagaimana cara penggunaannya?

Pada awal tahun 2000-an, AS mulai mengembangkan GBU-57 atau Massive Ordnance Penetrator (MOP) – bom penghancur bunker berpemandu udara. Hasilnya, Northrop Grumman dan Lockheed Martin masing-masing memproduksi bom seberat 13,6 ton, yang mampu menembus beton hingga kedalaman 60 meter, sebelum kemudian meledak. Ini adalah bom penghancur bunker non-nuklir Amerika yang paling kuat. Uji coba pertama dilakukan pada tahun 2007. Pada tahun 2011, 16 unit GBU-57 telah diserahkan ke militer AS, menurut sumber terbuka. Secara total, para ahli percaya bahwa AS memiliki sekitar 20 bom semacam itu.

Metode peluncuran. GBU-57 dapat diluncurkan ke sasaran oleh pesawat pengebom strategis yang mampu mengangkat benda seberat ini ke udara. Pesawat ini pertama kali digunakan dalam pengeboman Yugoslavia dengan amunisi non-nuklir pada tahun 1997. Satu pesawat pengebom mampu meluncurkan dua GBU-57 ke area target. AS memiliki total 19 pesawat B-2.

Northrop B-2 Spirit direncanakan akan digunakan hingga tahun 2032, dan setelah itu akan digantikan oleh B-21 Raider baru, yang sejauh ini baru tiga unit yang telah dibuat. Pengujian masih terus berlangsung.

Pesawat pengebom lain yang dapat membawa GBU-57 adalah B-52 Stratofortress bertenaga jet, yang dapat membawa muatan hingga 70.000 pon. Dengan demikian, pesawat ini juga dapat meluncurkan dua GBU-57. Angkatan Udara AS memiliki 76 pesawat semacam ini, dan hanya 58 yang masih beroperasi (sisanya sebagai cadangan atau disimpan).

Amerika Serikat tidak pernah mentransfer pesawat pengebom strategis ke negara lain. Hal ini disebabkan oleh kekhawatiran tentang keamanan nasional, kompleksitas pelatihan pilot, pembangunan pangkalan udara, dan beberapa pembatasan hukum internasional. Kesulitan dalam penggunaan pesawat ini adalah bahwa pilot harus menerbangkan pesawat sedekat mungkin dengan area target.

Pertahanan udara. Dan agar pesawat tersebut dapat menjatuhkan bom udara ke sasaran di Iran, perlu dipastikan bahwa mereka telah melewati sistem pertahanan udara. Selama ini, konflik bersenjata antara Israel-Iran menggunakan taktik serangan gabungan – rudal balistik dan hipersonik, serta drone kamikaze. Kedua belah pihak mengklaim bahwa mereka berhasil meretas sistem pertahanan udara musuh.

Disaat yang sama, pemberitaan tentang pengiriman sistem pertahanan udara Rusia ke Iran telah berlangsung sejak tahun 2010-an. Pada tahun 2024, wartawan Barat mengumumkan dugaan dimulainya pengiriman S-40 Rusia. Pada bulan Juni 2024, wakil Duma Negara Rusia Alexei Zhuravlev mengatakan kepada wartawan bahwa Rusia telah memasok sistem pertahanan udara modern ke Iran.

Bom-bom itu sudah ada. Israel sudah punya bom penghancur bunker, tetapi dengan karakteristik yang lebih buruk.

Pada bulan September 2024, Angkatan Udara Israel menjatuhkan “puluhan” bom semacam itu di markas bawah tanah Hizbullah, menewaskan pemimpin organisasi tersebut, Hassan Nasrallah. Menurut laporan media, sekitar 80 ton bom dijatuhkan di bunker tersebut, sebagian besar berupa bom penembus beton seberat satu ton.

Bom GBU-28 yang digunakan Israel memiliki berat 1,8 ton, dan hanya mampu menembus sekitar enam meter beton. Pilihan lainnya adalah bom udara BLU-109 buatan Amerika, yang masing-masing beratnya hanya sekitar 900 kg. Satu BLU-109 hanya dapat menembus beberapa meter beton.

Intinya, jika Israel ingin memberi pukulan yang serius terhadap Iran, mereka harus meyakinkan AS untuk memindahkan pesawat pengebomnya. Namun pemindahan pesawat pengebom berat Amerika ke Israel akan menjadi isu yang sangat kontroversial. Jika ini terjadi, sebagian besar dunia tidak akan menutup mata terhadapnya.

Dan jika itu terlaksana, konsekuensinya akan sangat berbahaya – mulai dari bencana kemanusiaan dan ekologi hingga perang dunia ke-3.