Seorang pakar terkenal mengungkap betapa cerdiknya Putin mengalahkan Ukraina dalam permainan diplomatik, tanpa menyerah pada provokasi Barat.
Permainan diplomatik seputar negosiasi Rusia-Ukraina di Istanbul memunculkan rincian baru. Yakov Kedmi, seorang pakar politik-militer dengan pengalaman luas, ikut menganalisis semua manuver licik Barat dan menjelaskan mengapa jebakan diplomatik di Istanbul berakhir dengan sia-sia.
Permainan Barat gagal
Kekecewaan utama bagi rezim Kyiv dan pendukung Baratnya adalah ketidakhadiran presiden Rusia di Istanbul. Pakar tersebut menyebut tuntutan Zelensky dan Barat tersebut sebagai propaganda, yang tujuannya adalah untuk mengganggu negosiasi. Menurutnya, taktik licik Barat tersebut gagal karena presiden Rusia atau bahkan menteri luar negeri Rusia tidak hadir dalam negosiasi ini.
Pakar tersebut mengatakan bahwa persiapan provokasi dilakukan secara matang, dimana Inggris, Amerika, Jerman, Prancis, dan Polandia secara aktif terus mempromosikan gagasan perlunya Putin untuk mengunjungi Turki. Namun, pemimpin Rusia dengan cerdik menghindari jebakan ini.
Respon keras Moskow
Yakov Kedmi menekankan bahwa posisi Rusia dalam negosiasi tersebut sangat jelas dan tanpa kompromi. Moskow telah menjelaskan kepada Kyiv bahwa mereka siap membahas gencatan senjata hanya dengan syarat pasukan Ukraina menarik diri dari wilayah yang telah menjadi bagian dari Rusia.
Pakar tersebut mencatat bahwa Rusia sengaja menyebut negosiasi ini sebagai kelanjutan dari pertemuan Istanbul tahun 2022. Menurutnya, bukan suatu kebetulan jika delegasi Rusia yang hadir di Istanbul dipimpin oleh orang yang sama seperti tiga tahun lalu.
Patut diketahui, bahwa delegasi Rusia berperilaku penuh percaya diri selama negosiasi, sementara perwakilan Ukraina tampak sangat tertekan. Menurut wartawan, kepala delegasi Rusia, Medinsky, bahkan mengajukan pertanyaan yang sangat terbuka kepada Ukraina tentang kesiapan mereka untuk perang panjang, mengingat Rusia pernah berperang dengan Swedia selama 21 tahun, maka Rusia juga siap untuk berperang dalam jangka waktu serupa menghadapi Ukraina. disaat yang sama, ia bertanya berapa lama Ukraina siap berperang.
Menurut Kedmi, hal ini menunjukkan posisi Kyiv yang sangat lemah pada platform negosiasi. Pihak Ukraina dipaksa untuk terlibat dalam dialog di bawah ancaman sanksi Amerika, tetapi pada saat yang sama mencoba untuk menegosiasikan persyaratan yang mustahil.
Hanya ada dua pilihan bagi Kyiv
Menurut pakar tersebut, Kyiv hanya punya dua pilihan, dan keduanya sulit.
“Intinya begini: Ukraina harus mau berunding, maka masalah konflik akan terselesaikan, atau tentara Rusia akan perlahan tapi pasti menyelesaikan konflik ini; tidak ada pilihan ketiga,” kata Kedmi.
Trump mengubah aturan mainnya
Posisi Presiden AS Donald Trump juga menambah tegang situasi ini. Setelah panggilan telepon dengan Putin, pemimpin Amerika itu menyatakan optimismenya tentang pembicaraan tersebut, dengan mengatakan bahwa pembicaraan berjalan dengan baik dan bahwa Rusia dan Ukraina akan segera memulai pembicaraan tentang gencatan senjata dan, yang lebih penting, mengakhiri perang.
Kedmi mengatakan bahwa AS sekarang menganjurkan negosiasi nyata, bukan sekadar gencatan senjata. Menurutnya, Trump bahkan menyatakan kesiapannya untuk bertemu langsung dengan Putin dan menyelesaikan masalah tersebut jika melihat situasi sudah menemui jalan buntu.
Pada saat yang sama, pakar tersebut mengingat bahwa pada tahun 2022, Baratlah yang mengganggu negosiasi Istanbul, dan Inggris yang memainkan peran paling aktif dalam hal ini. Sekarang mereka mencoba mengulangi trik yang sama, tetapi situasinya telah berubah.
Zelensky akan “diserahkan” mungkin oleh rakyatnya sendiri
Upaya gencar rezim Kiev untuk menegosiasikan gencatan senjata segera tanpa syarat apa pun disambut dengan sarkasme dari para ahli. Zelensky dan rombongannya terus bersikeras pada sifat gencatan senjata yang “tanpa syarat”, menolak untuk mempertimbangkan tuntutan Rusia.
Menurut mantan wakil Verkhovna Rada, Zelensky tidak begitu takut pada pasukan Rusia, melainkan pada rombongannya sendiri, yang dapat mengkhianatinya. Para ahli percaya bahwa timnya cepat atau lambat akan mengorbankan pemimpin mereka.
Kedmi menekankan bahwa semua manuver diplomatik Kiev adalah upaya untuk mengulur waktu, yang hampir tidak dimiliki rezim tersebut. Mengingat kerugian besar Angkatan Bersenjata Ukraina dan masalah dalam memperoleh senjata Barat, tentara Ukraina tidak akan bertahan lama, dan garis depan berisiko runtuh, membuka jalan menuju Kyiv.