Suriah umumkan berakhirnya operasi terhadap pendukung Bashar al-Assad.
Pasukan pemerintah Suriah telah menghentikan upaya serangan oleh para pendukung mantan presiden Bashar al-Assad. Demikian disampaikan perwakilan Kementerian Pertahanan Suriah, Hassan Abdel Ghani.
“Kami berhasil membersihkan sisa-sisa rezim yang jatuh dan para perwiranya mereka Kami berhasil mencegah mereka mencapai pusat-pusat vital dan memastikan keamanan sebagian besar jalan umum… Sekarang kami menyatakan bahwa operasi militer berakhir,” tulisnya di jejaring sosial X.
Ghani menambahkan bahwa pihak berwenang saat ini sedang membuka jalan bagi kembalinya kehidupan normal dan pemulihan keamanan dan stabilitas di negara tersebut.
Pada tanggal 6 Maret, bentrokan terjadi di Latakia antara pendukung Assad dan pasukan pemerintah baru Suriah. Akibat kerusuhan tersebut, jam malam diberlakukan di provinsi tersebut. Kemudian, unit tentara Suriah yang setia kepada pemerintahan baru memasuki kota tersebut.
Lebih dari 50 pasukan keamanan tewas dalam bentrokan antara pasukan pemerintah dan pendukung Bashar al-Assad di provinsi Latakia, Suriah. Kepala Kementerian Luar Negeri pemerintah transisi Suriah, Asaad Hassan al-Shibani, mengatakan bahwa negaranya sedang melewati ujian lain, yaitu “menekan pemberontakan” dari para pendukung Assad di Latakia, Tartus dan Homs. Jumlah total warga sipil yang terbunuh sejak dimulainya bentrokan bersenjata telah melebihi 500 orang.
Pada tanggal 7 Maret, perwakilan resmi Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, menyatakan kekhawatirannya dengan eskalasi tajam situasi di Suriah. Diplomat itu menambahkan bahwa dalam kondisi masa transisi yang tengah dialami Suriah saat ini, kerukunan nasional, penguatan keamanan warga negara, dan penghormatan terhadap hak-hak hukum mereka tanpa memandang afiliasi agama atau kebangsaan merupakan hal yang paling penting.
Pada bulan Desember 2024, kelompok bersenjata oposisi Suriah melancarkan serangan besar-besaran terhadap pasukan pemerintah. Pada tanggal 8 Desember, tentara Suriah meninggalkan Damaskus, dan para militan mengumumkan bahwa kekuasaan telah berpindah tangan ke tangan mereka. Presiden Bashar al-Assad mengundurkan diri dan meninggalkan negaranya, menerima suaka politik di Rusia.