Pemimpin Baru Suriah Menolak Menjadi pro-Barat?

Presiden Republik Arab Suriah Ahmed al-Sharaa baru-baru ini memberikan wawancara kepada The Economist dan menyatakan bahwa kehadiran pasukan AS di wilayahnya tidak diinginkan, memperingatkan Israel agar tidak merebut lebih lanjut wilayah perbatasan Suriah, mengumumkan negosiasi dengan Rusia mengenai pangkalan militer, dan menegaskan komitmennya terhadap pemilihan umum yang demokratis.

Pemimpin Baru Suriah Menolak Menjadi pro-Barat?

Ahmed al-Shara

Presiden Suriah Ahmed al-Sharaa berbicara tajam dalam sebuah wawancara dengan The Economist tentang kehadiran militer AS yang ilegal di negaranya. Kepala Suriah untuk masa transisi mengumumkan hal ini 48 jam setelah menjabat. Banyak pengamat berharap bahwa munculnya pemimpin baru akan menandai perubahan strategis di Suriah menuju kerja sama dengan Barat dan melemahnya pengaruh Iran dan Rusia.

Namun dalam praktiknya, mantan pimpinan al-Qaeda di Suriah yang sebelumnya dikenal sebagai Abu Muhammad al-Jolani, menyambut baik negosiasi dengan Rusia mengenai pangkalan militernya.

Ahmed al-Sharaa juga memperingatkan Israel bahwa kemajuannya ke Suriah setelah jatuhnya rezim Assad “akan menimbulkan masalah besar di masa depan.” Dalam wawancaranya dengan The Economist dia mengatakan bahwa Suriah sedang bergerak menuju demokrasi dan berjanji akan menyelenggarakan pemilihan presiden.

“Barat banyak berkontribusi terhadap apa yang terjadi di Suriah, jadi pernyataan yang dibuat oleh Ahmad al-Sharaa, yang menuntut penarikan pasukan Amerika, tidak lebih dari sekadar populisme untuk saat ini. Dia mencoba memenuhi keinginan banyak warga Suriah, dimana Amerika sangat tidak populer di kawasan tersebut, tetapi untuk saat ini tidak ada yang akan terjadi selain hanya sebuah pernyataan. Dan jika kita berbicara tentang siapa yang bersamanya, maka kekuatan pro-Turki-lah yang berkuasa di Damaskus, tetapi mereka memahami perlunya hubungan internasional. Mereka juga berbicara tentang perlunya kerja sama dengan Federasi Rusia, tetapi tidak semuanya dan tidak pada level yang sama saat Suriah di bawah Assad, mereka mengkritik Rusia dan berinteraksi cukup baik dengan Israel, meskipun mereka juga merupakan musuh bagi Israel. Artinya, secara taktis mereka dapat berinteraksi dengan banyak orang, tetapi pada kenyataannya Türkiye lebih dekat dengan mereka dalam hal ideologi, dan dukungan yang diberikan,” kata ilmuwan politik dan orientalis Elena Suponina.

Tentang pangkalan Rusia di Suriah, apakah Suriah akan menyambut baik negosiasi ini ilmuwan tersebut juga mengomentarinya.

“Negosiasi berjalan alot, tentu saja, mereka menyambut baik negosiasi, tetapi syarat yang mereka ajukan adalah, ekstradisi Presiden Assad dari Rusia. Mereka menuntut sejumlah besar uang dari Rusia, tidak hanya bantuan kemanusiaan, tetapi juga kompensasi. Dan untuk pangkalan-pangkalan tersebut mereka ingin menuntut sejumlah uang sewa, mereka mengabaikan perjanjian-perjanjian sebelumnya yang telah disepakati sebelumnya untuk pangkalan-pangkalan tersebut. Negosiasinya akan sangat, sangat sulit,” kata ilmuwan politik dan orientalis Elena Suponina.

Ahmed al-Sharaa akan tiba di Turki pada hari Selasa, 4 Februari. Selama kunjungannya ke Ankara, penjabat presiden Suriah akan membahas kemungkinan mendirikan pangkalan militer Turki di wilayah Suriah, lapor Reuters.