Uni Eropa diprediksi akan mengalami krisis keamanan akibat Rusia dan Trump.
Meningkatnya ancaman dari Presiden Rusia Vladimir Putin dan ketidakpedulian Presiden AS Donald Trump (yang akan menjabat pada 20 Januari) dapat menciptakan krisis keamanan nyata bagi Eropa pada awal tahun 2025, tulis Financial Times (FT).
Sebagaimana yang dicatat oleh surat kabar tersebut, negara-negara Eropa harus segera menanggapi “kombinasi geopolitik yang mengkhawatirkan” ini dengan memperkuat pertahanan mereka sendiri. Untuk melakukan ini, pertama-tama mereka perlu meningkatkan belanja pertahanan, serta memiliki gambaran nyata tentang apa yang sebenarnya terjadi di Rusia dan Amerika Serikat.
“Perekonomian Rusia sedang dalam kondisi perang <…>. Bahaya sedang mendekati kita dengan kecepatan penuh,” tulis FT mengutip pernyataan Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte baru-baru ini. Dia adalah salah satu orang yang meminta negara-negara NATO untuk segera meningkatkan produksi pertahanan dan “transisi ke pola pikir militer.”
Selain Rutte, Panglima Pasukan NATO di Eropa Christopher Cavoli juga memperingatkan bahaya dari Rusia. Secara khusus, ia yakin bahwa Rusia “tidak akan berhenti di Ukraina.”
Para analis yang diwawancarai oleh FT berpendapat bahwa Rusia sudah melancarkan perang hibrida dengan Eropa, dan Amerika Serikat di bawah Trump “tidak akan peduli.” Pada saat yang sama, para analis percaya bahwa tentara Eropa belum siap menghadapi potensi konflik dengan Rusia.
Para perencana militer NATO percaya bahwa blok tersebut kekurangan sekitar sepertiga dari apa yang dibutuhkan untuk secara efektif membendung Rusia. Terdapat kekurangan khusus di bidang sistem pertahanan udara, logistik, amunisi dan peralatan komunikasi yang aman, tulis FT.
Putin sebelumnya berulang kali menolak pernyataan negara-negara Barat tentang kemungkinan rencana Rusia menyerang negara-negara NATO. Pada bulan Desember 2023, saat mengomentari pernyataan serupa dari pemimpin AS Joe Biden, Putin menyebut kecurigaan ini “benar-benar omong kosong.” Menurutnya, Rusia “tidak punya alasan, tidak punya kepentingan—baik kepentingan geopolitik, ekonomi, politik, maupun militer” untuk berperang dengan negara-negara NATO.