Pada tanggal 1 Januari, sembilan negara baru bergabung dengan BRICS dan diberi status mitra asosiasi tersebut. Ini adalah Belarus, Bolivia, Indonesia, Kazakhstan, Kuba, Malaysia, Thailand, Uganda, Uzbekistan. Sebagaimana disampaikan oleh Asisten Presiden Rusia Yuri Ushakov, pintu BRICS terbuka untuk semua orang yang berpikiran sama, kata pejabat itu. Perluasan BRICS akan terus berlanjut, meskipun terdapat risiko tinggi bahwa asosiasi tersebut akan menghadapi perlawanan dari kekuatan Barat. Namun, organisasi ini memiliki potensi tidak hanya untuk mengatasi tantangan-tantangan ini, namun juga untuk memperkuat posisinya di arena internasional, demikian keyakinan para analis.
Mulai 1 Januari, sembilan negara bergabung dengan BRICS. Belarus, Bolivia, Indonesia, Kazakhstan, Kuba, Malaysia, Thailand, Uganda, dan Uzbekistan kini menjadi mitra dalam organisasi tersebut. Dengan ini, perwakilan negara-negara tersebut dapat mengambil bagian dalam pertemuan puncak organisasi dan pertemuan para menteri luar negeri.
“Kami berencana untuk membangun interaksi yang erat dengan negara-negara mitra agar dapat melibatkan mereka secara efektif,” kata Kementerian Luar Negeri Rusia pada 27 Desember.
Menurut Ajudan Presiden Rusia, Yuri Ushakov, ada lebih dari dua lusin negara yang menunjukkan minat terhadap kerja BRICS, mereka adalah Azerbaijan, Bahrain, Venezuela, Kolombia, Maroko, Pakistan, Sri Lanka dan lain-lain. Namun, pada saat yang sama, Ushakov menekankan bahwa ekspansi BRICS tidak boleh asal-asalan, karena hal ini dapat “merusak” asosiasi tersebut. Menurutnya, diperlukan langkah bertahap, terkoordinasi, dan terverifikasi.
Tatanan dunia baru
BRICS adalah asosiasi antar negara bagian yang didirikan pada tahun 2006 di Forum Ekonomi St. Petersburg yang Awalnya terdiri dari Brazil, Rusia, India dan China (BRIC). Kemudian Republik Afrika Selatan bergabung. Perluasan BRICS tidak berhenti sampai disitu saja, dan pada tahun 2024 BRICS diisi kembali dengan negara-negara baru. Mesir, Iran, Uni Emirat Arab (UEA), Arab Saudi dan Ethiopia (BRICS+).
Setiap tahunnya, satu negara akan memimpin secara bergilir. Tahun lalu BRICS diselenggarakan di bawah kepemimpinan Rusia, puncaknya adalah pertemuan puncak di Kazan. Keberhasilan acara tersebut bahkan diakui oleh media Barat. Oleh karena itu, BBC menulis bahwa “upaya untuk mengisolasi Rusia telah gagal”.
CNBC mengatakan bahwa KTT BRICS di Kazan bertujuan untuk menantang hegemoni Barat, dan Rusia “sedang mempromosikan agenda “tatanan dunia baru.”
Le Monde menyatakan bahwa upaya Barat untuk mengisolasi Rusia gagal, negara ini faktanya tidak kekurangan sekutu.
“Inilah sinyal yang dikirimkan Vladimir Putin kepada negara-negara Barat dengan mengadakan KTT BRICS terbesar di Kazan pada tanggal 22-24 Oktober,” kata surat kabar tersebut.
Namun, Presiden Rusia Vladimir Putin, pada konferensi pers pada 19 Desember, membantah tuduhan media barat bahwa BRICS adalah instrumen untuk melawan Barat.
“Kami tidak bekerja melawan siapa pun, kami bekerja demi kepentingan kami, demi kepentingan negara-negara peserta. Kami tidak membangun agenda konfrontatif apa pun dalam kerangka BRICS,” kata Putin.
Menurutnya, banyak negara yang menunjukkan minat terhadap BRICS justru karena kerja dalam asosiasi tersebut dibangun semata-mata atas dasar timbal balik dan menghormati kepentingan satu sama lain.
“Di dalam asosiasi tersebut tidak ada istilah negara kecil, besar, lebih maju, kurang berkembang, semuanya sama. Hanya ada satu kepentingan, yaitu pembangunan. Inilah cara kami bekerja,” tegas Putin.
Menurut Wakil Perdana Menteri Federasi Rusia Alexander Novak, dalam 15 tahun ke depan pangsa PDB negara-negara BRICS akan mencapai lebih dari separuh perekonomian dunia, dan terus bertambah.
“Oleh karena itu, BRICS kedepannya akan sangat mempengaruhi perkembangan perekonomian dunia,” katanya pada 25 Desember dalam sebuah wawancara dengan saluran TV Rossiya 24.
Tahun ini Brasil akan memimpin. Seperti yang diungkapkan oleh Menteri Luar Negeri Brasil Mauro Vieira dalam wawancaranya dengan surat kabar Estado de Minas pada bulan Desember, BRICS telah “mencapai kepadatan yang sangat besar” dan secara praktis mendekati G20.
Menurut kepala Pusat Penelitian Ekonomi, direktur Institut Masyarakat Baru, Vasily Koltashov, BRICS melibatkan negara-negara yang sangat berbeda, yang dipersatukan oleh keinginan untuk membangun hubungan bilateral yang saling menguntungkan satu sama lain.
“Asosiasi ini menerapkan pendekatan yang setara kepada semua peserta tanpa koneksi politik atau oportunistik. BRICS tidak menutup pintu bagi siapa pun dan tidak menetapkan persyaratan mendasar untuk bergabung,” tambah ilmuwan politik tersebut.