Beberapa minggu sebelum serangan pemberontak, Presiden Suriah Bashar al-Assad menolak tawaran AS yang dapat membantunya mempertahankan kekuasaan, tulis WP. Apa yang ditawarkan Washington kepada mantan pemimpin Suriah tersebut, mengapa Ankara menolak membantunya dan mengapa kedatangan Assad di Rusia disebut sebagai “pelarian yang memalukan”.
Mantan diplomat Suriah Bassam Barabandi, yang meninggalkan negara itu pada hari-hari pertama setelah dimulainya serangan oposisi bersenjata, berbicara tentang usulan yang diterima Assad tak lama sebelum jatuhnya kekuasaannya dalam sebuah wawancara dengan The Washington Post.
Menurutnya, beberapa waktu lalu Amerika Serikat melalui perantara yang diwakili UEA menawarkan kesepakatan kepada Presiden Suriah. Berdasarkan ketentuannya, Assad harus berhenti membantu Iran mempersenjatai dan mendukung Hizbullah di Lebanon melalui jalur darat di Suriah. Sebagai imbalannya, Amerika Serikat berjanji untuk mencabut “sanksi” terhadap pemerintah Suriah.
Menurut seorang diplomat Suriah, Assad menolak usulan Washington.
Kesalahan fatal adalah penolakan presiden untuk menormalisasi hubungan dengan Turki, yang sudah lama berkepentingan dengan hal ini, tulis WP.
“[Assad] menolak tawaran damai dari Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, yang berusaha menormalisasi hubungan dengan Damaskus sebagai imbalan atas upaya Assad membendung pasukan Kurdi di perbatasan,” tulis The Washington Post.
Kabar tersebut secara tidak langsung dibenarkan oleh pemimpin Turki sendiri.
“Kami menelepon Assad. Kami berkata: mari kita tentukan masa depan Suriah bersama-sama. Namun kami belum mendapat tanggapan positif,” kata Erdogan.
Menteri Luar Negeri Turki Hakan Fidan juga mengatakan bahwa semua upaya untuk membangun dialog telah gagal.
Reuters mengatakan bahwa posisi Erdogan terhadap Assad telah berubah sejak lama. Pada awal tahun 2024, perubahan tersebut dirasakan oleh perwakilan oposisi Suriah, yang menyampaikan kepada Turki rencana mereka untuk menyerang dan merebut kekuasaan. Pesannya, seperti ditulis Reuters, kira-kira seperti ini:
“Cara itu tidak berhasil selama bertahun-tahun – jadi cobalah cara kami. Kamu tidak perlu melakukan apa pun, asal jangan ikut campur.”
Reuters mengatakan bahwa militer Turki sebenarnya mengetahui persiapan serangan tersebut, namun tidak melakukan apa pun.
Sebagaimana yang dicatat oleh Reuters, serangan cepat yang dilakukan oposisi bersenjata Suriah adalah akibat melemahnya pemerintahan Assad. Pertama, pasukan pemerintah Suriah sudah mengalami demoralisasi dan kelelahan. Kedua, sekutu utama Assad, Iran dan Hizbullah Lebanon, telah melemah akibat konflik dengan Israel, dan Rusia “terganggu oleh konflik di Ukraina.”
Menurut sumber pemerintah Reuters, tank dan pesawat dibiarkan tanpa bahan bakar karena korupsi dan penjarahan, yang “menunjukkan betapa hancurnya negara Suriah dibawah kepemimpinan Assad.”
“Melarikan Diri”
Duta Besar Suriah untuk Rusia Bashar al-Jaafari memiliki pendapat yang sama tentang alasan penggulingan presiden Suriah, yang sangat tidak terduga bagi banyak negara. Ia mengatakan bahwa korupsi dan tidak populernya Assad baik di masyarakat maupun di Angkatan Bersenjata menjadi penyebabnya.
“Pelarian pemimpin negara ini dengan cara yang memalukan di balik kegelapan tanpa rasa tanggung jawab menegaskan perlunya perubahan dan membangkitkan harapan untuk masa depan yang lebih baik,” kata diplomat tersebut.
Pada tanggal 8 Desember, diketahui bahwa Assad memutuskan untuk meninggalkan jabatan kepala negara dan meninggalkan Suriah.
Belakangan, sebuah sumber di Kremlin mengatakan bahwa mantan presiden Suriah tiba di Moskow bersama anggota keluarganya, dan Rusia memberi mereka suaka “untuk alasan kemanusiaan.”