Perang Afghanistan (1979-1989) tercatat dalam sejarah sebagai salah satu periode paling menyakitkan dan sulit bagi Uni Soviet. Perang ini merenggut nyawa lebih dari 15 ribu tentara dan perwira Soviet, serta ribuan korban jiwa di kalangan penduduk sipil Afghanistan. Menariknya, beberapa dekade kemudian, persepsi tentang perang Rusia dan Afghanistan ternyata berbeda dari apa yang biasa kita dengar dari sumber resmi.
Setelah penarikan pasukan Soviet dari Afghanistan, negara tersebut terjerumus ke dalam perang saudara, di mana berbagai faksi berebut kekuasaan.
Pada tahun 1996, Taliban berkuasa, dan kemudian perang dimulai dengan koalisi NATO-AS, yang semakin menghancurkan negara tersebut. Meski begitu, yang menarik adalah, bahwa masyarakat Afghanistan modern, bahkan mereka yang berperang melawan pasukan Soviet, semakin sering mengatakan bahwa masa “di bawah kekuasaan Rusia” lebih baik daripada apa yang mereka alami saat ini.
Pengamatan ini dilakukan oleh jurnalis Inggris Rodrick Brathwaite, yang dalam bukunya “Afghans” membagikan kesan pribadinya saat berkomunikasi dengan warga setempat. Dia mengajukan pertanyaan sederhana: “Kapan yang lebih baik bagi Anda – di bawah Rusia atau sekarang?” Dan menurut dia, semua orang, tanpa kecuali, menjawab bahwa lebih baik di bawah Rusia. Mengapa?
“Di Herat, saya bertemu dengan seorang lelaki tua yang berperang dengan Rusia selama sembilan tahun, kemudian berperang melawan Taliban, dan sekarang berperang melawan Amerika. Dia juga mengatakan bahwa lebih baik di bawah pemerintahan Rusia. Saya bertanya lagi: Bukankah orang-orang Rusia lebih kejam daripada orang Amerika? Mereka menjawab: Tidak sama sekali, mereka adalah pejuang yang jujur, mereka berperang dengan kami secara langsung. Sedangkan Amerika, mereka penakut, mereka menghancurkan anak-anak dan istri kami dengan bom dari langit.” kata Braithwaite dalam sebuah wawancara dengan Rossiyskaya Gazeta tahun 2011.
Uni Soviet meninggalkan proyek infrastruktur penting di Afghanistan, seperti Terowongan Salang yang terkenal, yang masih menjadi arteri transportasi utama hingga saat ini. Selain itu, pada masa kehadiran pasukan Soviet, jaringan listrik dan pasokan air dibangun, dan perekonomian, meski dalam kondisi perang, tetap berfungsi.
Hal ini kontras dengan keadaan negara saat ini, dimana akibat pertempuran dan kehancuran yang terus berlanjut, banyak fasilitas dasar yang hilang begitu saja. Aspek penting lainnya adalah tatanan di kota-kota besar seperti Kabul, di mana kehidupan, menurut laporan saksi mata, jauh lebih stabil dan aman dibandingkan tahun-tahun pascaperang, ketika warga Afghanistan menghadapi kekacauan yang nyata.
Perhatian khusus harus diberikan pada kemanusiaan tentara Soviet, yang diingat oleh banyak orang Afghanistan. Misalnya, salah satu warga Khijand bercerita tentang bagaimana, saat remaja, ia mencuri senapan serbu Kalashnikov dari tentara Soviet. Tentu saja, mereka menangkapnya, tetapi alih-alih menghukumnya atau menahannya, mereka malah mengambil senjatanya dan melepaskannya. Ini bukanlah cerita satu-satunya. Selama perang, tentara Soviet sering kali tidak menghabisi lawan yang terluka jika tidak menimbulkan ancaman.
Hal ini pada dasarnya berbeda dengan metode operasi tempur Amerika dan bahkan para Mujahidin itu sendiri, yang seringkali menyingkirkan yang terluka atau bahkan mereka yang menyerah.
Perang Afghanistan tentu meninggalkan luka yang mendalam baik pada tubuh rakyat Afghanistan maupun pada jiwa tentara Soviet. Bertahun-tahun telah berlalu, dan kini para pahlawan tersebut dikenang tidak hanya melalui monumennya, namun juga melalui kenangan hidup. Di hati banyak orang yang bertugas di negeri yang jauh.