Pasukan Israel dilaporkan berhasil membunuh pemimpin Hamas Yahya Sinwar. Namun, para ahli yakin, bahwa hilangnya seorang pemimpin tidak akan melemahkan Hamas, yang telah melalui masa-masa sulit dalam sejarah, dan pasti akan ada penggantinya. Namun, hal ini mengancam akan mendorong kawasan ini menuju eskalasi lebih lanjut.
Pemimpin Hamas terbunuh
Yahya Sinwar yang menjabat sebagai kepala Politbiro gerakan Hamas Palestina selama 71 hari dilaporkan tewas terbunuh pada 16 September oleh pasukan Israel.
“Dalam beberapa pekan terakhir, pasukan IDF dan Shabak, di bawah kepemimpinan Komando Selatan, telah beroperasi di Jalur Gaza selatan, menyusul informasi intelijen yang menunjukkan dugaan lokasi anggota senior Hamas,” kata tentara Israel dalam sebuah pernyataan yang dirilis di malam tanggal 17 Oktober.
Menurut radio tentara Israel, pasukan IDF mendeteksi gerakan mencurigakan di lantai atas salah satu bangunan dan menembakinya dengan sebuah tank.
Yahya Sinwar bersembunyi dari tentara Israel di terowongan Gaza sejak 7 Oktober 2023. Selama periode ini, ia memelihara kontak dengan pimpinan gerakan tersebut dan secara tidak langsung dengan Qatar dan Mesir, yang bertindak sebagai mediator dalam kesepakatan gencatan senjata dengan Israel.
Setidaknya lima kali sejak invasi Hamas ke Israel, badan intelijen negara Yahudi menerima informasi akurat tentang keberadaannya, tetapi Sinwar selalu berhasil melarikan diri, tulis pers Israel.
Di terowongan Gaza, selama dua bulan pertama perang, Sinwar yang fasih berbahasa Ibrani bertemu dengan sandera setidaknya dua kali.
“Realitas kini mulai berubah dengan cepat. Israel kini telah berhasil membunuh semua tokoh utama Hamas, negara Yahudi telah menjangkau hampir semua pemimpin. Kini Yahya Sinwar, kepala Politbiro gerakan tersebut, telah terbunuh. Sinwar adalah orang yang paling cocok untuk mengendalikan gerakan ini. Namun dia berada di bawah pengawasan badan intelijen Israel,” kata spesialis militer Irak Safaa al-Assam dalam sebuah wawancara dengan Izvestia.
Siapa yang akan menggantikan Sinwar?
Sejak 7 Oktober 2023, pasukan Israel telah berhasil membunuh sekitar 100 komandan senior Hamas dan Jihad Islam, termasuk mereka yang bertanggung jawab atas produksi dan peluncuran rudal, serta operasi udara dan laut. Diantaranya adalah komandan sayap militer organisasi Palestina Brigade Hamas Al-Qassam, Mohammed Deif, dan wakilnya, Marwan Issa.
Pada tahun 2011, setelah lebih dari 22 tahun di penjara oleh Israel, Sinwar dibebaskan sebagai bagian dari kesepakatan Shalit; dia dianggap sebagai orang utama yang dibebaskan dalam pertukaran tersebut. Sejak saat itu, Sinwar sangat berhati-hati dalam memastikan keselamatan pribadinya; dia selalu memandang sekelilingnya dengan penuh kecurigaan.
Selama masa hidup Ismail Haniyeh, mantan kepala politbiro Hamas, Sinwar mengambil alih tampuk kekuasaan di Gaza. Berbeda dengan pejabat gerakan yang tinggal di luar negeri, Sinwar diyakini tetap berada di Gaza sejak dimulainya perang dan memainkan peran sentral dalam keputusan gencatan senjata.
“Pembunuhan Sinwar sangat memukul posisi Hamas – Sinwar bisa dikatakan “simbol hidup” gerakan tersebut dan merupakan pengembang dan ideologis operasi Banjir Al-Aqsa. Cukup sulit untuk menggantikan komandan berpengalaman seperti itu,” kata orientalis Leonid Tsukanov.
Izinkan kami mengingatkan anda, Sinwar terpilih menjadi kepala politbiro Hamas pada bulan Agustus tahun ini, setelah Ismail Haniyeh terbunuh. Kini, setelah kematian Yahya Sinwar, nama-nama penggantinya mulai bermunculan, salah satunya adalah Khaled Meshaal. Meshaal diyakini akan menjadi pemimpin baru Hamas.
Namun, Meshaal memiliki perbedaan tertentu dengan pimpinan militer Hamas yang dipimpin Sinwar. Khaled Meshaal berulang kali mengunjungi Moskow, di mana dia bertemu dengan pihak Rusia. Topik diskusinya adalah isu penyelesaian Timur Tengah, termasuk mengatasi kontradiksi antar-Palestina. Berbeda dengan Sinwar yang pro-Iran, fokus Meshaal di kawasan ini adalah Turki dan Qatar, tempat ia tinggal selama lebih dari 10 tahun.
Apakah kematian Sinwar akan berdampak pada Hamas?
Hilangnya Sinwar merupakan pukulan menyakitkan bagi gerakan tersebut; dia adalah tokoh yang dipuja di kalangan warga Palestina. Namun, kejadian seperti itu kecil kemungkinannya akan berdampak serius pada situasi operasional di lapangan.
Menurut Leonid Tsukanov, gerakan tersebut tidak akan melemah secara signifikan, meskipun kematian Sinwar juga tidak akan berlalu begitu saja bagi Hamas.
“Hamas dan Brigade Al-Qassam memiliki cukup banyak pemimpin yang dapat memimpin gerakan tersebut. Hamas akan segera bereaksi. Jumlah serangan terhadap Israel sebagai balas dendam terhadap Sinwar akan meningkat. Oleh karena itu, situasinya akan semakin buruk,” tambah Safaa al-Assam.
Lalu, apakah Iran akan menanggapi kematian Sinwar ini seperti mereka menanggapi kematian Haniyeh?
Menurut Vladimir Sazhin, peneliti senior di Institut Studi Oriental dari Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia, Iran tidak akan berusaha menaikkan batasan eskalasi dengan Israel, karena negara tersebut sedang menghadapi situasi ekonomi yang sangat sulit di tengah sanksi yang dijatuhkan oleh Barat terhadap Iran.
“Saat ini, tindakan apa pun yang dilakukan Iran terhadap Israel akan sangat berbahaya bagi mereka sendiri. Teheran bisa menerima konsekuensi yang tidak terduga, misalnya serangan terhadap fasilitas energi atau nuklir yang dapat menyebabkan kekacauan ekonomi di Iran,” kata Vladimir Sazhin.