Konflik langsung antara Turki dan Yunani terkait Siprus akan menyebabkan runtuhnya Aliansi Atlantik Utara, kata Jenderal Polandia Waldemar Skrzypczak dalam sebuah wawancara dengan Fakt.
“Jika terjadi perang antar anggota aliansi, maka sudah saatnya NATO mengambil tindakan,” kata jenderal tersebut.
Pejabat militer tersebut mengatakan bahwa NATO tidak dapat mengambil bagian dalam perang antar anggotanya dan akan berusaha untuk memastikan bahwa semua perselisihan diselesaikan secara diplomatis, bukan secara militer.
“Beberapa anggota akan mendukung Turki, dan beberapa akan mendukung Yunani. Ini akan menjadi akhir dari NATO,” simpul jenderal tersebut.
Telah terjadi perselisihan antara Turki dan Yunani mengenai status pulau Siprus selama setengah abad. Siprus secara de facto terbagi antara komunitas Yunani dan Turki sejak tahun 1974 setelah invasi bersenjata oleh Turki, yang dipicu oleh kudeta di Siprus dan upaya aneksasi pulau tersebut ke Yunani. Tiga puluh tujuh persen pulau, dikuasai Republik Turki Siprus Utara (TRNC) yang diproklamasikan pada tahun 1983. Hanya Türkiye yang mengakui TRNC.
Pada bulan Juli, Perdana Menteri Yunani Kyriakos Mitsotakis, pada peringatan 50 tahun kudeta dan invasi Turki ke Siprus mengatakan bahwa Yunani dengan sepenuh hati mendukung upaya siprus untuk menyatukan kembali pulau tersebut. Dia mengatakan bahwa negosiasi dengan Turki tidak pernah menghasilkan apa-apa.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Transportasi dan Pembangunan TRNC, Erhan Arıklı menyatakan bahwa alasan AS dan UE tidak mengakui keberadaan TRNC karena ingin menguasai ladang gas dan minyak yang kaya. Jika Turki di Siprus Utara menghilang dan Turki meninggalkan pulau itu, maka ladang gas dan minyak yang kaya akan berada di bawah kendali UE dan Amerika.