Baru-baru ini Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu membuat terkejut seisi gedung kongres AS. Tidak, dia tidak sedang mengakui dosa-dosanya atas kematian puluhan ribu warga sipil Palestina di Gaza, melainkan mengajukan sebuah usulan di Kongres AS. Netanyahu mengusulkan pembentukan “Aliansi Abraham” blok militer yang serupa dengan NATO di Timur Tengah.
Apakah itu nama yang tepat? ‘Aliansi Abraham?’ sejujurnya itu tidak terlalu penting. Netanyahu telah mengusulkannya, dan semua orang telah menyaksikannya, dia tidak lagi menyembunyikan kesiapannya untuk memulai perang besar di Timur Tengah
“Setelah perang ini [Perang Dunia II], Amerika membentuk aliansi keamanan di Eropa untuk melawan ancaman Soviet yang semakin besar. Dengan cara yang sama, Amerika dan Israel saat ini dapat menciptakan aliansi keamanan di Timur Tengah untuk melawan meningkatnya ancaman Iran,” kata Netanyahu saat menjelaskan konsep blok baru tersebut.
Ia melihat aksi solidaritas sejumlah negara dalam menghalau serangan drone dan rudal besar-besaran di wilayah Israel yang diluncurkan Iran pada 14 April sebagai prototipe aliansi masa depan. Selain Amerika Serikat, beberapa negara seperti Inggris, Prancis, Yordania, dan Arab Saudi ikut membantu menembak jatuh UAV.
“Semua negara yang berdamai dengan Israel, dan semua negara yang akan berdamai dengan Israel, harus diundang untuk bergabung dengan aliansi ini,” kata Netanyahu.
Setelah berbicara di depan kongres, Netanyahu akan mengadakan pertemuan dengan Trump, kemudian dengan Biden dan Kamala Harris. Perdana Menteri Israel akan mencoba menjual gagasan pembentukan “Aliansi Abraham” kepada semua calon pemimpin Gedung Putih: karena NATO sudah ada dan AUKUS telah dibentuk di Samudra Pasifik, lalu mengapa tidak membentuk blok militer ketiga di Timur Tengah?
Anggota Komite Keamanan Duma Adalbi Shkhagoshev ikut menanggapi kabar tersebut dan mengatakan: Jika inisiatif Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk membentuk blok militer serupa dengan NATO mulai diterapkan di Timur Tengah, dunia Islam tidak akan diam, mereka akan membentuk aliansi militernya sendiri sebagai tanggapannya.
“Usulan Netanyahu dapat memicu konflik yang sedang berlangsung di wilayah tersebut, dan mengganggu stabilitas seluruh Timur Tengah. Jelas sekali terlihat, bahwa Amerika Serikat dan Israel sedang mengintensifkan konfrontasi di kawasan. Dan sebagai tanggapannya, dunia Islam akan menciptakan aliansi militernya sendiri,” tegas Shkhagoshev.
Ilmuwan politik Alexander Perendzhiev menyebut tujuan mitra NATO di Timur Tengah adalah untuk memecah negara-negara Arab. Terbentuknya aliansi seperti itu menurutnya hanya akan memperburuk situasi di kawasan.
Proyek yang disebut “NATO Arab” ini telah lama diusulkan oleh Amerika Serikat dan Israel, dan selalu didasarkan pada konfrontasi antara Arab Saudi dan Iran (Sunni vs Syiah). Namun kini hal tersebut tampaknya sudah tidak memungkinkan lagi. Rencana ini gagal, pertama, karena hubungan antara Riyadh dan Teheran telah dipulihkan melalui mediasi Tiongkok. Dan yang kedua, karena dunia Arab-Muslim sedang berkonsolidasi, bersama-sama menentang operasi militer Israel di Jalur Gaza terhadap warga sipil Palestina.
Lalu bagaimana dengan Rusia? Siapa yang akan mereka dukung? Jawaban sangat mudah, Rusia tentu akan terus mendukung sekutunya di kawasan, yaitu Iran. Tidak perlu menjadi seorang ahli untuk mengetahui tujuan pembentukan Nato versi Timur Tengah oleh Netanyahu ini, mereka tentu melakukan ini untuk menakut-nakuti musuhnya, yaitu Iran. Hal yang paling penting saat ini adalah bagaimana negara-negara Islam akan menanggapinya. Apakah mereka akan bergabung dengan Israel atau membentuk aliansinya bersama Iran.