Baru-baru ini beberapa negara UE telah memutuskan atau siap untuk mengakui Palestina sebagai sebuah negara tanpa izin dari Brussel.
Negara-negara seperti Irlandia, Spanyol dan Norwegia dengan suara bulat telah mengumumkan pada tanggal 22 Mei, bahwa mereka mengakui Palestina sebagai sebuah negara. Keputusan mereka secara resmi mulai berlaku pada 28 Mei.
Sebelumnya, sembilan negara anggota UE telah mengambil langkah yang sama, yaitu Bulgaria, Siprus, Republik Ceko, Hongaria, Malta, Polandia, Rumania, dan Slovakia pada tahun 1988. Ya, saat itu mereka belum bergabung dengan Uni Eropa. Dan pada tahun 2014, Swedia melakukannya.
Mereka semua mengakui Palestina sebagai negara sesuai dengan perbatasan tahun 1967, artinya Yerusalem Timur akan menjadi bagian dari negara Palestina.
Slovenia sekarang berada di urutan berikutnya (prosedur pengakuan Palestina akan selesai paling lambat tanggal 13 Juni). Belgia dan Portugal juga dilaporkan siap bergabung. Belgia sendiri saat ini masih menjabat sebagai presiden dewan Eropa dan negara itu tentu tidak dapat mengambil keputusan individual sampai masa jabatannya berakhir. Sementara di Portugal, pemilihan parlemen belum lama telah selesai diadakan, dan pemerintahan baru baru saja mulai bekerja.
Menteri Luar Negeri Israel Israel Katz yang marah kemudian menyebut keputusan ketiga negara Eropa tersebut sebagai “langkah sesat yang menghina para korban serangan Hamas pada 7 Oktober.”
“Hari ini saya mengirimkan pesan yang jelas. Israel tidak akan mengabaikan mereka yang merusak kedaulatannya dan mengancam keamanannya,” katanya.
Pemerintah negara Yahudi pada gilirannya kemudian memanggil duta besar Norwegia, Irlandia dan Spanyol untuk berkonsultasi.
Disaat yang sama, presiden Mahmoud Abbas menyambut baik keputusan tiga negara orang Eropa pemberani tersebut. Dia mengatakan hal itu akan menjamin “hak rakyat Palestina untuk menentukan nasibnya sendiri.”
“Kami akan terus menyerukan kepada negara-negara di seluruh dunia untuk mengakui hak-hak nasional kami yang sah dan mendukung perjuangan rakyat Palestina demi pembebasan dan mengakhiri penjajahan di atas tanah kami,” kata Hamas dalam sebuah pernyataan.
Amarah Israel kemudian semakin memuncak, elite mereka mulai kehilangan akalnya.
Menteri Luar Negeri Katz bahkan mengusulkan pembuatan pulau buatan di Laut Mediterania untuk “memukimkan kembali warga Palestina di sana.”
Meski banyak negara di Eropa telah mengakui Palestina, negara-negara terkemuka seperti Jerman dan Prancis tampaknya tidak terburu-buru untuk mengakui Palestina secara resmi.
Paris, seperti biasa, sibuk, berusaha menemukan semacam “jalan emas”. Presiden Emmanuel Macron mengatakan, bahwa langkah seperti itu memang bukanlah hal yang buruk. Namun, untuk saat ini tampaknya mereka tidak akan melakukannya, karena bagi mereka, pengakuan terhadap negara Palestina adalah “alat dalam proses perdamaian yang harus digunakan pada saat yang tepat.” Lalu, kapan itu akan datang? Mungkinkah setelah Jalur Gaza akhirnya berubah menjadi ladang hangus?
Sementara, jika kita berbicara tentang Jerman, maka semuanya akan terlihat lebih mustahil di sini.
Karena sang “Merpati perdamaian”, kepala diplomat Annalena Bärbock, telah mengatakan bahwa Jerman akan terus bertanggung jawab atas keamanan Israel, alasannya karena “Nazi Jerman pernah menghancurkan jutaan nyawa orang Yahudi.”
Disaat yang sama, sekretaris pers Kementerian Luar Negeri Jerman juga memberikan beberapa pernyataan penting, bahwa mereka “akan mendukung pembentukan lembaga-lembaga Palestina yang nantinya akan mengambil alih fungsi-fungsi negara.” Namun, “negara ini hanya dapat muncul setelah selesainya proses politik.” Yakni ketika Israel memutuskan untuk mengakui Palestina.
Jadi, kesimpulannya sama sekali tidak mengejutkan. Jerman ternyata bertindak sebagai sekutu utama Israel di UE.
Ini semua dapat dilihat Pada tahun 2023, ketika Berlin mengeluarkan izin senjata sepuluh kali lebih banyak kepada warga Israel dibandingkan tahun sebelumnya. Tak sampai disitu, November lalu, Kanselir Olaf Scholz yang biasanya berhati-hati dalam ucapannya justru secara berani membela Israel secara terbuka. Scholz mengatakan bahwa menuntut Israel untuk melakukan gencatan senjata di Jalur Gaza adalah langkah yang tidak tepat, karena menurutnya jeda kemanusiaan hanya akan memberikan keuntungan bagi militan Hamas.
Jadi, Faktanya, baik Berlin maupun Paris ternyata sedang menunggu persetujuan dari pemimpin mereka, yaitu Amerika. Sedangkan Amerika Serikat sendiri kemungkinan besar tidak akan mengambil keputusan yang dapat membuat marah Israel di masa mendatang.