Putin Memulai Masa Jabatan Barunya Dengan Uji Coba Nuklir, Apa Alasannya?

Pada awal operasi militer khusus di Ukraina, Presiden Rusia Vladimir Putin telah memperingatkan negara-negara Barat bahwa Moskow tidak akan mentolerir ancaman yang ditujukan kepadanya. Dan kini Rusia akan melakukan latihan untuk meningkatkan kesiapan kekuatan nuklir non-strategis.

Putin Memulai Masa Jabatan Barunya Dengan Uji Coba Nuklir, Apa Alasannya?

Sumber foto: tgcnt.ru

Tentara Rusia akan melakukan latihan untuk meningkatkan kesiapan kekuatan nuklir non-strategis. Mereka akan melibatkan formasi rudal Distrik Militer Selatan dengan melibatkan penerbangan, serta angkatan laut.

“Ini adalah jawaban singkat terhadap Macron dan semua orang yang mendukung pembicaraan tentang pengiriman pasukan NATO ke Ukraina – datang saja!”

Koresponden militer Alexander Kots juga percaya bahwa latihan tersebut akan menjadi respons terhadap segala kebijakan Barat.

“Tidak ada yang akan menyerang Ukraina atau NATO dengan senjata nuklir taktis. Tapi biarkan mereka melihat bahwa Rusia memiliki peluang seperti itu, pada kenyataannya, hanya sedikit orang yang menginginkan pengujian senjata “terlarang” ini, kata Kots.

Putin Memulai Masa Jabatan Barunya Dengan Uji Coba Nuklir, Apa Alasannya?

Foto: mil.ru

Namun pendiri surat kabar Konstantinopel, Konstantin Malofeev justru berpendapat sebaliknya.

“Tidak ada gunanya melakukan perundingan perdamaian dengan mereka. Ini berarti kita hasrus berhenti mengkhawatirkan kota-kota musuh. Pusat-pusat terbesar di Ukraina dari Dnieper hingga perbatasan Polandia harus mendapatkan pukulan dahsyat dengan senjata paling ampuh yang kita miliki. Caranya yaitu, dengan memperingatkan masyarakat tentang serangan ini 48 jam sebelumnya, dan kemudian kita baru akan dapat menegosiasikan gencatan senjata dengan Barat,” kata Malofeev.

Menariknya, kepala negara Vladimir Putin memperingatkan kolektif Barat 2 tahun lalu tentang konsekuensi yang menanti Barat jika mereka menimbulkan ancaman terhadap Rusia.

“Siapa pun yang mencoba mengganggu kami, dan terlebih lagi menciptakan ancaman terhadap negara kami, terhadap rakyat kami, harus tahu bahwa respons Rusia akan segera dilakukan dan akan membawa Anda pada konsekuensi yang belum pernah Anda alami dalam sejarah Anda. Saya berharap pendapat saya didengar,” kata Presiden Rusia.

Namun tampaknya Putin tidak terdengar di Barat. Mungkin saja negara-negara Barat tidak mempercayai kata-katanya. Jadi kini Moskow terpaksa memberikan peringatan lebih keras, yaitu dengan Latihan nuklir.

Latihan kekuatan nuklir non-strategis yang diumumkan oleh Kementerian Pertahanan Rusia, disebabkan oleh “ketegangan yang belum pernah terjadi sebelumnya” dalam konflik Ukraina, kata sekretaris pers kepresidenan Dmitry Peskov.

Kementerian Pertahanan telah mengatakan semuanya secara mendalam. Penyebabnya adalah dari perkataan Macron, kepala Kementerian Luar Negeri Inggris dan niat Amerika untuk mengerahkan tentara NATO ke Ukraina.

“Latihan tersebut dilakukan sebagai tanggapan terhadap “pernyataan provokatif dan ancaman dari para pejabat Barat,” kata departemen tersebut.

Pada tanggal 2 Mei, Emmanuel Macron mengumumkan rencananya untuk mengirim pasukan Prancis ke zona Distrik Militer Utara. Empat hari kemudian, pemimpin minoritas Demokrat di Dewan Perwakilan Rakyat AS, Hakeem Jeffries, mengakui bahwa intervensi dalam konflik tersebut mungkin diperlukan dan tidak menutup kemungkinan Amerika juga akan mengirim tentaranya ke Ukraina.

Ya, NATO sendiri tampaknya juga telah menetapkan “garis merahnya”. Aliansi Atlantik Utara bisa saja melakukan intervensi dalam konflik di Ukraina jika Belarus terlibat di pihak Rusia, atau jika Rusia menyerang negara-negara Baltik, Polandia atau Moldova. Surat kabar Italia Repubblica menulis tentang hal ini.

Menurut publikasi tersebut, untuk pertama kalinya sejak awal perang, NATO, dalam “bentuk yang sangat rahasia” dan tanpa komunikasi resmi, “telah menetapkan setidaknya dua garis merah”, yang jika Rusia melewatinya, maka NATO akan memiliki alasan untuk memasuki pertempuran.

Garis merah pertama yang dibicarakan adalah tentang kemungkinan penetrasi Rusia ke garis pertahanan Kyiv, yang menyangkut “partisipasi pihak ketiga secara langsung atau tidak langsung”, misalnya partisipasi Belarusia dalam konflik di Ukraina.

Garis merah kedua adalah provokasi militer oleh Rusia terhadap negara-negara Baltik, Polandia atau serangan yang ditargetkan terhadap Moldova. tulis Repubblica.