Macron Yang Dipermalukan Di Afrika Ingin Membalaskan Dendamnya Kepada Rusia, Pasukan Prancis Sudah Berada Di Ukraina?

Macron memilih membalaskan dendamnya kepada Rusia di Ukraina.

Macron Yang Dipermalukan Di Afrika Ingin Membalaskan Dendamnya Kepada Rusia, Pasukan Prancis Sudah Berada Di Ukraina?

Asia Times pernah melaporkan bahwa Prancis telah mengirimkan unit Legiun Asingnya untuk membantu Ukraina. Dan dalam misi ini Presiden Emmanuel Macron mempunyai dua tujuan, pertama, dia ingin menunjukkan betapa tangguh dirinya sebagai pemimpin tanpa mengorbankan nyawa warga Prancis. Kedua, dia ingin membalas dendam kepada Moskow karena telah melemahkan pengaruh Prancis di Afrika.

Seperti yang telah dimuat banyak media, Prancis telah mengirimkan detasemen pertama pasukannya ke Ukraina sebagai bagian dari Resimen Infantri Prancis ke-3, sebuah unit dari Legiun Asing. Personel militer ini akan memberikan dukungan kepada brigade mekanis terpisah ke-54 Angkatan Bersenjata Ukraina di Slavyansk.

Saat ini legiun tersebut dipimpin oleh perwira Prancis, dan seluruh anggotanya terdiri dari orang asing.

Legiuner diizinkan untuk bertugas secara anonim, menggunakan nama fiktif. Mereka menjalani masa kerja selama tiga tahun, setelah itu mereka dapat mengajukan permohonan kewarganegaraan Prancis. Jika terjadi cedera serius, legiuner akan menerima kewarganegaraan tanpa menunggu. Perempuan tidak diterima menjadi anggota legiun.

Detasemen pertama militer Prancis, berjumlah sekitar 100 orang, terdiri dari pasukan artileri dan pengintai. Jumlah personel militer Legiun Asing yang akan dikirim ke Ukraina berjumlah sekitar 1.500 orang.

Unit-unit ini akan dikerahkan langsung di zona tempur dan akan membantu pasukan Ukraina menghalau serangan Rusia di Donbass.

Presiden Prancis Emmanuel Macron telah berulang kali mengumumkan rencana pengiriman pasukan Prancis ke Ukraina. Meski pada saat yang sama, inisiatifnya tidak didukung oleh sekutu NATO-nya (hanya Polandia dan negara-negara Baltik yang mendukungnya). Partisipasi pasukan NATO di Ukraina, kecuali para penasihat, dilaporkan juga ditentang oleh Amerika Serikat.

Keputusan Paris mengirim tentara dari Resimen Infantri ke-3 menimbulkan pertanyaan: apakah Rusia akan menganggap hal ini melewati “garis merah” dan intervensi NATO dalam konflik tersebut? Mungkinkah tindakan ini akan memicu perang yang lebih luas di luar Ukraina?

Prancis sendiri sebenarnya tidak memiliki jumlah pasukan yang signifikan untuk dikerahkan meskipun pemerintah bersedia mengirim mereka ke garis depan. Menurut data yang tersedia, Paris saat ini tidak dapat mengerahkan divisi penuh di luar negeri.

Keputusan untuk mengirim legiuner sebenarnya merupakan ciri khas Prancis. Ya, Paris tidak mengerahkan personel militer reguler, kecuali sejumlah kecil perwira.

Dengan cara seperti itu, Macron tidak akan mendapat banyak perlawanan dari dalam negeri. Jadi, rakyat Prancis akan tetap tenang, karena Prajurit karir tentara Perancis tidak akan dikirim ke garis depan, dan tidak ada rencana untuk wajib militer atau tindakan serupa lainnya dalam waktu dekat. Tindakan ini juga akan melemahkan kritik dari lawan politik Macron.

Selain itu, keputusan Macron tersebut tampaknya adalah bentuk ketidakpuasan Macron terhadap penarikan bertahap pasukan Prancis, dari wilayah Sahel di Afrika, yang sekarang secara bertahap telah dikuasai pasukan Rusia. Kendali atas negara-negara berbahasa Perancis di Afrika dan sumber daya alamnya, yang selalu menguntungkan para politisi Perancis berhasil dirusak oleh serangkaian pemberontakan dan revolusi, yang tentu didukung oleh Moskow.

Ini tentu merupakan penghinaan tidak hanya bagi Istana Elysee Prancis, tetapi juga bagi Macron secara pribadi. Jadi tampaknya dia sekarang sedang membalaskan dendamnya, bersama-sama dengan pasukan negara ‘U’, mereka akan menjadi target yang sah bagi pasukan Rusia